Senin, Maret 26, 2012
Bawang Goreng Crispy Ala Koad Chamdi
Pasar bawang goreng sangat besar, karena hampir setiap rumah tangga menggunakannya. Belum lagi warung makan, restoran, hingga hotel, menjadi pasar potensial penyedap masakan ini. Bagi yang penciuman bisnisnya tajam, bawang goreng bisa disulap menjadi tambang uang. Peluang ini yang dimanfaatkan jeli oleh Koad Chamdi, pemilik merek produk Mdn Crispy 22.
Awalnya, Koad berkecimpung di usaha pembuatan aneka keripik buah. Keripik buah buatan Koad yang dilabeli Mdn Crispy 22 sudah cukup dikenal di Kota Medan dan sekitarnya. "Tapi dari pengalaman memasarkan keripik buah tersebut, saya melihat satu ceruk pasar yang besar dari bisnis olahan lain, yakni bawang goreng," kata Koad, Senin (5/3) kepada MedanBisnis di kediaman sekaligus tempat produksinya, Jalan Anugerah VII/11 Kompleks Cemara Abadi, Sampali, Percut Sei Tuan.
Jadilah, sekitar dua tahun lalu dia melakukan diversifikasi usaha pembuatan bawang goreng. Hasilnya, produksi rumahan yang juga masih memakai merek Mdn Crispy 22 ini mampu masuk ke pasar-pasar potensial Kota Medan, mulai dari kios kecil hingga supermarket, warung makan hingga restoran besar.
Bukan itu saja, bawang goreng Crispy 22 juga telah menembus pasar luar kota, hingga ke Bandung, Yogyakarta dan Papua. "Kebetulan ada anak saya yang kuliah di Yogyakarta, juga keluarga yang bekerja di Papua. Sekarang mereka rutin order bawang goreng rata-rata 20 kg per bulan," ujarnya.
Kini Koad tengah menjajaki pasar yang lebih luas yakni Batam, Pekanbaru dan Jakarta. Tentunya termasuk ke luar negeri. "Bawang goreng Crispy 22 memang sudah merambah sampai ke Malaysia, sejumlah TKI kadang membawanya dalam jumlah tertentu dan menjualnya lagi di sana. Di musim haji, banyak juga jamaah yang membawa bekal bawang goreng ini. Tapi ke depan saya ingin pemasaran yang resmi," ungkapnya.
Apa yang membuat bawang goreng produksi Koad istimewa? Dari tampilannya, jelas perbedaan Crispy 22 dengan produk lain yang diproduksi secara konvensional. Crispy 22 terlihat lebih segar, tidak berwarna hitam, tidak berminyak, dan tentu saja sesuai namanya lebih crispy. Ini dikarenakan tehnik pembuatan serta tehnologi yang dipakai di antaranya penggunaan spiner untuk meniriskan minyak. Apalagi hasilnya dikemas apik dan steril, membuat bawang goreng tak mudah apek dan tentu saja lebih higienis.
Satu lagi yang membuat Crispy 22 beda, Koad menyajikannya dengan aneka varian mulai dari original, pedas, teri pedas, serta yang terbaru abon cabe udang. "Bawang goreng teri pedas agak istimewa karena memang dicampur dengan teri Medan. Sementara abon cabe udang, tetap menggunakan unsur bawang tapi bawang putih," jelasnya.
Dengan inovasi produk tersebut, respons pasar ternyata cukup besar. "Sejak varian baru ini keluar September 2011, permintaan mulai berdatangan hampir menyamai permintaan bawang goreng original. Sekarang saya agak kewalahan memenuhi permintaan pasar, terutama untuk bawang goreng teri pedas," imbuh Koad.
Rata-rata, tiap hari dia memproduksi 30 kg bawang goreng original, 15 kg bawang teri pedas dan 10 kg bawang pedas. Harga yang ditawarkan variatif mulai dari Rp 13.000 untuk bawang original, Rp 19.000 bawang pedas dan Rp 25.000 bawang teri pedas dalam tiap kemasan 100 gr. Omset yang dicapainya pun cukup lumayan, sekitar Rp 40 juta hingga Rp 45 juta per bulan.
Untuk produksi sebanyak itu, Koad menghabiskan tiga sampai empat ton bawang merah yang dipasok langsung dari Kabupaten Samosir. Dia pun memberdayakan masyarakat sekitar kediamannya terutama kaum ibu untuk mengupas bawang dengan upah Rp 2.000/kg, sementara untuk merajang bawang dia mempunyai karyawan sendiri.
Selaku pelaku usaha kecil dan menengah (UKM), Koad paham betul mendedikasikan potensinya untuk masyarakat. Selain menyertakan masyarakat sekitar guna bekerja mengupas bawang, dia pun membuka diri untuk berbagi ilmu bagi siapa saja yang ingin belajar usaha tersebut. "Yang ingin lebih tahu produksi ini atau ingin belajar pembuatannya, silahkan hubungi saya di nomor 081265005353 atau email koad.ch@gmail.com," ucapnya.
Termasuk juga untuk terlibat dalam pemasaran. "Silahkan saja, saya tidak membatasi produk saya ini dikuasi satu distributor, melainkan saya bebaskan siapa saja yang ingin ikut memasarkannya asal tidak saling tumpang tindih. Dengan begitu, saya juga terbantu karena bisa lebih konsentrasi di produksi," katanya.
Langganan:
Postingan (Atom)