Kamis, Maret 05, 2009

DESTINASI BARU BERNAMA REPTIL PARK


ANDA pernah mengunjungi Taman Buaya Asam Kumbang? Kawasan penangkaran buaya di Kecamatan Medan Sunggal ini, menjadi salahsatu ikon wisata Kota Medan yang terkenal bukan saja di tingkat lokal, nasional, bahkan internasional.
Betapa tidak, di kawasan itu kita bisa melihat ratusan ekor binatang buas nan menakutkan tersebut dari berbagai jenis dan ukuran, dengan berbagai tingkah polah dan aksinya. Benar-benar pengalaman wisata yang menakjubkan, sekaligus mendebarkan.
Lalu, bagaimana kalau satwa yang kita lihat itu ular, dengan jumlah puluhan bahkan ratusan? Bisa jadi, kesan seru juga bakal kita rasakan sebagaimana jika kita berada di taman buaya tadi.
Berwisata di tempat yang penuh dengan aneka jenis ular, suatu saat mungkin bisa kita nikmati di penangkaran ular milik PT HETTS Bio Lestari, di Jalan Namo Pencawir, Kecamatan Tuntungan, Kabupaten Deli Serdang. Kawasan ini, memang diproyeksikan menjadi destinasi wisata baru, berbentuk taman reptil (reptil park).
“Di lahan yang masih tersisa seluas 3.000 meter, kami merencanakan membuat sarana khusus pelatihan dan rekreasi. Jika Pemerintah Provinsi Sumatera Utara berkenan, kami siap menyediakan lahan tersebut dan bekerjasama mengembangkannya menjadi kawasan wisata edukatif,” ujar Komisaris PT HETTS Bio Lestari, Ir Elianor Sembiring MSi, baru-baru ini, saat menerima kunjungan Wakil Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho ST beserta rombongan.
Elianor mengatakan, suatu waktu, Sumut bisa mempunyai ikon wisata satwa yang baru setelah Taman Buaya Asam Kumbang, yakni Taman Wisata Ular di Tuntungan ini.
Hal senada dikatakan Direktur Utama PT HETTS Bio Lestari, Sulaiman Ginting SP Magric Sc. Sulaiman mengatakan, ke depan pihaknya berharap kawasan ini menjadi reptil park atau taman reptil yang memiliki nilai hiburan, edukasi, serta ekonomi. “Karena itu, kami butuh dukungan pemerintah untuk melakukan konservasi, serta edukasi wisata dengan objek hewan reptil ini,” sambungnya.
Dia berterimakasih kepada mantan Kepala Balitbang Provsu, T Azwar Aziz, yang selama ini terus memotivasi dan mendukung apa yang tengah mereka rintis ini. Bahkan sempat menjanjikan, di 2010 bakal mengembangkannya menjadi kawasan agro tecno park khusus pupuk dan pestisida organik, termasuk pengembangbiakan satwa ular.
Harapannya tentu, Kepala Balitbang Provsu yang baru, Ir Maulana Pohan, berkenan melanjutkan rencana ini sesuai konsep yang telah dikembangkan.
Apalagi, Wagubsu Gatot Pujo Nugroho sendiri, memberi dukungan positif terhadap proyeksi ke depan kawasan yang dikembnagkan PT HETTS ini . “Untuk menjadikannya kawasan konservasi dan wisata, kami akan berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata. Kami sangat mendukung, apalagi ini bisa memberi nilai tambah secara ekonomis serta pendidikan bagi masyarakat terutama siswa sekolah,” ujar Wagubsu yang datang bersama Kepala Balitbang Provsu Ir Maulana Pohan.
Menilik sarana yang dimiliki, rencana pengembangannya menjadi reptil park memang sangat memungkinkan. Total luas lahan 7.000 m dengan 4.000 m berdiri bangunan dan sisanya berupa areal kosong, berbagai sarana pendukung bisa dibangun.
Seperti di areal bangunan yang cukup luas dengan sebagian diantaranya telah berbentuk ruangan-ruangan yang bisa menjadi ruang pamer atau kandang ular. Sehingga satwa ini lebih gampang disaksikan daripada seperti sekarang ini yang diletakkan di wadah berupa kotak-kotak.
Lalu pekarangan seluas 3.000 m, selain bisa menjadi areal pelatihan juga tempat bermain bagi anak-anak yang ingin mendapatkan suasana lain setelah menyaksikan aneka jenis ular.
“Ya..., kalau pemerintah membantu tentu itu lebih mudah direalisasikan. Tapi terus terang, kalau kami yang membangunnya sendiri belum cukup modal,” gurau Elianor. (**)





DARI ULAR HINGGA SUPER WORM

PT HETTS Bio Lestari, pada dasarnya mengemban visi misi pertanian biologis yang berwawasan lingkungan. Ini sejalan dengan program pemerintah yang menetapkan tahun 2010 menjadi tolak ukur kemajuan pertanian biologis.
Didirikan lima orang peneliti, yakni Ir Hasil Sembiring PhD, Ir Elianor Sembiring MSi, Thomas Jackel PhD, Ir Timbul Marbun MSi, serta Sulaiman Ginting SP Magric Sc, perusahaan ini pada akhirnya berkembang dengan produk usahanya yang merambah pasar internasional.
PT HETTS selain menjadi satu-satunya penangkar ular di Sumatera Utara yang terdaftar di Departemen Kehutanan RI, serta eksportir ular eksotis ke mancanegara, juga mengembangkan sejumlah produk dan teknologi pertanian berwawasan lingkungan.
“Sesuai visi kami, membangun pertanian berlandaskan teknologi berwawsasan lingkungan dan berorientasi bisnis serta mampu menghasilkan produk pertanian yang sehat dan berkualitas. Serta misi kami mengembangkan produk pertanian biologis yang berbasis teknologi tepat guna,” papar Dirut PT HETTS Sulaiman Ginting.
Dia mencontohkan, salahsatu produk unggulan mereka yakni racun tikus biologis yang diberi merk dagang Prorodent. Ini diklaim sebagai satu-satunya yang telah dikembangkan di Indonesia.
Sebagai gambaran, Prorodent merupakan produk turunan dari penangkaran ular yang mereka kembangkan. Bahan aktifnya adalah kotoran ular sawah atau phyton yang diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan racun tikus yang spesifik hanya membunuh hewan sasaran.“Jadi, tidak berbahaya bagi manusia serta hewan bukan sasaran lain. Serta tidak meninggalkan residu kimia yang berbahaya bagi manusia,” ujar Sulaiman.
Teknologi lainnya, adalah Fero-PBK (Feromon pengendali hama penggerek kakao) dan Fero-Rhino (Feromon pengendali hama kumbang badak di tanaman kelapa sawit). Kedua teknologi ini juga satu-satunya yang mereka kembangkan di Indonesia.
Menyinggung lagi soal ular, Sulaiman mengutarakan, mereka juga mengembangkan ular eksotis untuk tujuan ekspor. “Sebagai contoh, Chondrophyton viridis, yang di Bogor Jawa Barat ada 13 perusahaan yang mengembangkannya dengan ribuan ekor diekspor tiap tahunnya. Juga ada Tropidoloemus wagleri, yang cuma ada di Sumut utamanya kawasan Sembahe,” ungkapnya.
Untuk kepentingan pakan ular-ular ini, PT HETTS khusus mengembangkan peternakan tikus putih atau mencit. Sesekali, mereka juga memenuhi permintaan kalangan perguruan tinggi yang membutuhkannya untuk keperluan praktek laboratorium.
Satu lagi yang diharapkan bisa sukses dikembangkan, yakni Ulat Jerman atau Super Worm. Ulat ini untuk kebutuhan pakan ikan arwana atau burung hias. “Selama ini kebutuhan pasar untuk Medan masih didominasi pasokan dari Bandung, karena itu kami coba kembangkan sendiri, dengan mengambil indukan dari Bandung. Teknologinya sederhana, namun profitnya lumayan,” ujar Sulaiman lagi.
Kini, pusat bisnis ekologis yang dibangun PT HETTS ini coba dikembangkan menjadi kawasan wisata edukasi. Dengan ratusan ular yang dipelihara serta sejumlah hewan peliharaan lain, serta aneka teknologi pertanian biologis, ini bakal menjadi kawasan yang menarik dan layak dikunjungi. (**)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar