BERAWAL dari tahun 2002 lalu, sejarah pembinaan olahraga gantolle atau handgliding di Sumatera Utara berlanjut hingga saat ini sebuah event besar Piala Bupati Tapanuli Utara terus berlanjut hingga penyelenggaraan ketiga kali yang baru berlangsung 13-18 Juni 2009 lalu.
Kala itu, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara masih dipimpin Gubernur HT Rizal Nurdin (almarhum) memiliki keinginan mengembangkan olahraga dirgantara khususnya gantolle. Lalu didatangkannya atlet gantolle asal Jawa Barat, guna membela Sumut di cabang olahraga ini guna bertanding di Pekan Olahraga Nasional (PON).
Dari sinilah, keinginan kuat untuk semakin mengembangkan olahraga ini timbul, seiring komitmen Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Sumatera Utara menjadikan gantolle sebagai cabang olahraga yang berprestasi di tingkat nasional.
“Pada tahun 2002 lalu, saat itu saya masih menjabat sebagai Kasi Olahraga Masyarakat pada Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Sumatera Utara. Datang ke saya, dua teman yang juga punya keinginan kuat untuk mengembangkan olahraga gantolle di daerah ini, meminta dukungan fasilitas atau sarana,” kata Kasubdis Sarana dan Prasarana Disporasu, Drs Sujamrat Amro MM.
Kedua orang itu, Mayor Kes. Gagarin Aritonang dan Mirza S Batubara. Nama yang terakhir ini adalah atlet gantolle asal Jawa Barat yang dipanggil untuk membela Sumut, yang notabene merupakan putra daerah ini.
“Pertama mereka meminta pesawat gantolle, dan Dispora menyediakannya dua buah. Lalu melakukan survey dan latihan kemana-mana, ternyata di Hutaginjang inilah tempat yang cocok untuk lakukan penerbangan hingga akhirnya terwujud event Piala Bupati Tapanuli Utara sejak tahun 2007,” kata Sujamrat.
Sekelumit kisah yang dipaparkan Sujamrat pada penutupan Kejuaraan Gantolle Piala Bupati Tapanuli Utara III 2009 lalu, didasari kekagumannya pada perkembangan pembinaan olahraga gantolle terutama ketersediaan sarana dan prasarana yang ada di kawasan Hutaginjang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara. “Inilah yang terbaik di Sumut bahkan Indonesia. Ini berdasarkan pengakuan dari para atlet gantolle nasional yang pernah terbang di sini, karena selain lapangannya yang luas juga pemandangan alamnya yang indah dan lengkap mulai dari perbukitan, persawahan, danau serta lainnya,” ujar pria yang juga Wakil Ketua Gantolle Medan Club ini.
Apalagi dengan antusiasme Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara untuk menata lokasi take-off dan landing gantolle di Kecamatan Muara ini, sehingga Pemprovsu melalui Disporasu melobi ke kementerian Pemuda dan Olahraga untuk membantu pendanaannya. “Dan sebagaimana yang dikatakan Bupati pada pembukaan kejuaraan lalu, bahwa pemerintah pusat telah menyetujui bantuan sebesar Rp 1 miliar untuk pembangunan sarana ini, itu harus kita syukuri dan manfaatkan sebaik-baiknya,” ujar Sujamrat yang juga Ketua Umum Federasi Olahraga Masyarakat (FOMI) Sumatera Utara.
Bupati Tapanuli Utara Torang Lumbantobing mengatakan, dengan adanya pembangunan sarana olahraga gantolle ini, diharapkan Tapanuli Utara khususnya Kecamatan Muara menjadi daerah tujuan wisata sehingga efeknya bisa meningkatkan perekonomian masyarakat.Karena nantinya, di kawasan Hutaginjang yang mengarah langsung ke Danau Toba dan Pulau Samosir, dengan luas mencapai satu hektar lebih akan dijadikan lokasi take-off representatif dengan sarana-sarana pendukung lainnya. Demikian juga lokasi landing di Desa Sitanggor serta Desa Aritonang, akan dibuat sedemikian rupa sehingga juga berfungsi sebagai lokasi wisata dan olahraga.
“Semua bisa terwujud juka segenap masyarakat bahu membahu mendukung rencana ini,” kata Bupati.Dan nyatanya memang, antusiasme masyarakat dibuktikan dengan kemauan mereka menyerahkan tanah adat atau tanah desa yang ada di dua lokasi tersebut, Sitanggor dan Aritonang, untuk dikembangkan menjadi sarana wisata olahraga. Ini ditandai dengan penyerahan sertifikat tanah dari para tokoh desa/tokoh adat kepada Wakil Bupati Bangkit P Silaban saat penutupan Kejuaraan Gantolle Piala Bupati Tapanuli Utara III.
Luar Biasa
Tanggapan dari para atlet maupun pembina cabang olahraga gantolle terhadap lokasi terbang di Muara ini pun, nyatanya sangat positif. “Lapangan di Hutaginjang ini yang terbesar di Indonesia. Sangat luar biasa karena bisa menampung 70 hingga 80 pesawat,” kata Ketua PB Gantolle Ersi Nuzul Firman.
“Wah, ini mah luar biasa. Kalau alamnya seperti ini, rasanya kita bisa terbang di manapun. Asal anginnya cocok, kita bisa terbang ke manapun, cross country menyusuri bukit atau ke arah danau lalu balik lagi. Saya juga sangat kagum dengan pemandangan alamnya. Pokoknya luar biasa lah,” sambung Kang Robi, penerbang asal Jawa Barat yang selama kejuaraan diperhatikan paling asyik memandangi panorama dari atas bukit ke daratan serta danau nan luas di bawahnya.
Demikian juga dikatakan Aji, penerbang dari Banten. “Memang saat ini masih agak sulit landing di Sitanggor atau Aritonang karena tanahnya yang belum rata. Tapi kalau nanti benar-benar jadi dibenahi, ini akan jadi tempat yang sangat asyik untuk terbang. Apalagi kalau bulannya pas, dimana angin benar-benar mendukung penerbangan. Jadi kita tinggal pilih, mau landing di Sitanggor yang tepat di bawah take-off atau menyeberang bukit menuju Aritonang,” papar atlet yang sudah cukup punya pengalaman terbang di Hutaginjang serta Samosir.
Kembali ke Sujamrat Amro, dia mengatakan, dengan apa yang ada saat ini serta proyeksi pembangunannya ke depan, pihaknya punya keinginan kuat untuk menggelar event gantolle bertaraf internasional, mendatangkan penerbang-penerbang asal Australia, Selandia Baru serta negara-negara lainnya. “Melalui event Lake Toba Eco Tourism Sport yang rutin digelar tiap tahun, harapan kami event internasional tersebut bisa diwujudkan. Tentunya dengan dukungan pemerintah daerah, DPRD, tokoh adat, tokoh masyarakat serta seluruh elemen yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara ini,” pungkas Sujamrat. (**)
Kamis, Juni 25, 2009
Selasa, Juni 16, 2009
HUTAGINJANG, LOKASI ORDIRGA YANG LUAR BIASA
KETUA PB Gantolle, Ersi Nuzul Firman, menyampaikan sanjungan atas lokasi olahraga dirgantara (ordirga) yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara, berupa lapangan yang luar biasa dan luas untuk olahraga ini.
“Saya sungguh salut dan takjub, karena ini yang terbesar di Indonesia. Kami melihat, setidaknya 70 sampai 80 pesawat gantolle bisa muat di lapangan Hutaginjang ini, sehingga lokasi ini patut dikembangkan menjadi tempat digelarnya event bertaraf nasional bahkan internasional,” katanya.
Hal itu disampaikannya saat pembukaan Kejuaraan Gantolle Piala Bupati Taput III/2009 yang mengambil lokasi take-off di Hutaginjang dan landing di Sitanggor dan Aritonang, 14-18 Juni 2009.
Soal rencana pengembangan wisata olahraga di Hutaginjang yang masuk kawasan Kecamatan Muara ini, dibenarkan Bupati Tapanuli Utara Torang Lumbantobing. Bahkan dia mengatakan, Pemkab Tapanuli Utara mendapat bantuan sebesar Rp 1 miliar dari pemerintah pusat untuk mengembangkan lapangan gantolle di Hutaginjang dan Sitanggor.
“Semua bisa kita wujudkan jika segenap masyarakat Taput khususnya Kecamatan Muara mendukung kegiatan ini serta yang akan dilakukan di masa mendatang,” kata Toluto, panggilan akrab bupati ini.
Dan memang, sambutan antusias dan luar biasa masyarakat Tapanuli Utara khususnya Kecamatan Muara mengiringi gelaran kejuaraan gantolle tersebut. Event dalam rangkaian Festival Internasional Pemuda dan Olahraga Bahari (FIPOB) IV/2009 dibuka Ketua Fasidasu diwakili Kolonel Pnb. Amrizal Mansyur.
Ketua Panitia Mayor Kes. Gagarin Aritonang mengatakan, gelaran ketiga event gantolle Piala Bupati Taput ini membuktikan eksistensi mereka melakukan pembinaan serta upaya mengambangkan gantolle di kalangan masyarakat.
“Kami berterimakasih kepada Bapak Bupati Taput yang terus memberikan dukungan hingga suksesnya event ini,” kata Gagarin. (**)
“Saya sungguh salut dan takjub, karena ini yang terbesar di Indonesia. Kami melihat, setidaknya 70 sampai 80 pesawat gantolle bisa muat di lapangan Hutaginjang ini, sehingga lokasi ini patut dikembangkan menjadi tempat digelarnya event bertaraf nasional bahkan internasional,” katanya.
Hal itu disampaikannya saat pembukaan Kejuaraan Gantolle Piala Bupati Taput III/2009 yang mengambil lokasi take-off di Hutaginjang dan landing di Sitanggor dan Aritonang, 14-18 Juni 2009.
Soal rencana pengembangan wisata olahraga di Hutaginjang yang masuk kawasan Kecamatan Muara ini, dibenarkan Bupati Tapanuli Utara Torang Lumbantobing. Bahkan dia mengatakan, Pemkab Tapanuli Utara mendapat bantuan sebesar Rp 1 miliar dari pemerintah pusat untuk mengembangkan lapangan gantolle di Hutaginjang dan Sitanggor.
“Semua bisa kita wujudkan jika segenap masyarakat Taput khususnya Kecamatan Muara mendukung kegiatan ini serta yang akan dilakukan di masa mendatang,” kata Toluto, panggilan akrab bupati ini.
Dan memang, sambutan antusias dan luar biasa masyarakat Tapanuli Utara khususnya Kecamatan Muara mengiringi gelaran kejuaraan gantolle tersebut. Event dalam rangkaian Festival Internasional Pemuda dan Olahraga Bahari (FIPOB) IV/2009 dibuka Ketua Fasidasu diwakili Kolonel Pnb. Amrizal Mansyur.
Ketua Panitia Mayor Kes. Gagarin Aritonang mengatakan, gelaran ketiga event gantolle Piala Bupati Taput ini membuktikan eksistensi mereka melakukan pembinaan serta upaya mengambangkan gantolle di kalangan masyarakat.
“Kami berterimakasih kepada Bapak Bupati Taput yang terus memberikan dukungan hingga suksesnya event ini,” kata Gagarin. (**)
BEAUTIFUL HUTAGINJANG
INDAHNYA PEMANDANGAN ALAM KECAMATAN MUARA KABUPATEN TAPANULI UTARA SUMATERA UTARA, YANG BERADA DI PINGGIRAN DANAU TOBA, DITATAP DARI KETINGGIAN HUTAGINJANG.
Jumat, Juni 12, 2009
Lukman ‘Meeng’ Nurhakim : BESAR DI ALAM, MENGAKTUALISASIKAN DIRI UNTUK ALAM
ALAM membentuk dirinya menjadi petualang sejati. Dan lewat alam pula, dia mengaktualisasikan dirinya dalam kegiatan-kegiatan serta usaha yang perlahan-lahan mulai membesarkan namanya.
Lahir di pinggiran Sungai Alas, Aceh Tenggara, 34 tahun lalu, Lukman Nurhakim ST sejak usia muda sudah tertempa menjadi olahragawan yang beraksi di arus deras, arung jeram.
Saat itu, sudah aktif tim-tim atau petualang luar negeri yang mengembangkan arung jeram di kawasan Sungai Alas yang terkenal dengan arusnya yang menantang bagi para petualang. Dari ketertarikannya itu, Meeng – demikian nama bekennya di kalangan olahragawan arung jeram – mulai belajar dan akhirnya serius menggeluti olahraga menantang dan berbahaya ini.
Tahun 1998, awal keseriusannya turun di event arung jeram dengan ikut tim kampusnya, Institut Tekhnologi Medan (ITM), turun di Kejuaraan Daerah Sumatera Utara.
Berikutnya, deretan event dia ikuti, mulai skala lokal hingga skala nasional dan internasional seperti di Sungai Asahan tahun 2000, juga hingga ke mancanegara seperti ke Jepang (2001) dan Malaysia (2004, 2005).
Keseriusannya itu juga ditunjang pendidikan khusus arung jeram yang diikutinya tahun 1999 di Sekolah Arus Deras, Citate, Sukabumi. Juga pendidikan ilmu olahraga ekstrem dan penyelamatan (first aid), di Australia.
Karirnya di olahraga ekstrem ini terus berkembang, selain sebagai atlet Meeng juga terjun sebagai koordinator lomba untuk sejumlah event nasional yang diadakan di Sungai Alas dan Sungai Asahan, termasuk event lomba arung jeram dalam rangka Festival Internasional Pemuda Olahraga Bahari (FIPOB) IV/2009 di Sungai Asahan.
Kini, Meeng pun melebarkan sayapnya dengan membangun dunia usaha lewat CV Bumi Outdoors. Dari namanya, kita bisa tahu bahwa perusahaan ini ruang lingkupnya juga tak jauh-jauh dari alam. Bumi Outsoors adalah lembaga atau usaha yang bergerak di bidang pengembangan diri, wisata, olahraga, yang sifatnya petualangan (adventure) di alam terbuka (outdoor).
Program-programnya yakni rafting (arung jeram), outbound training, family games, tourism planner area serta event organizer. Juga trekking, climbing, ekspedisi, serta supplier sarana dan peralatan olahraga ekstrem.
“Semua itu merupakan aktualisasi dari pendidikan serta pengalaman yang telah saya lakukan selama sekian tahun di kegiatan-kegiatan yang sifatnya berada di alam terbuka,” ujar Lukman, mengawali perbincangannya dengan Gelora, baru-baru ini.
Baginya, apa yang dia lihat, lakukan, sebuah bentuk pelajaran. Karena ke depan tentu ada target yang lebih besar untuk dicapai seiring makin berkembangnya cita-cita dan harapan untuk lebih maju.
Termasuk keinginannya untuk memimpin induk organisasi olahraga arung jeram Sumut. Pria yang pernah menjadi pengurus Federasi Olahraga Arung Jeram (FAJI) Aceh ini, punya visi misi untuk memajukan organisasi FAJI Sumut. “Mudah-mudahan pada Musda mendatang, kepercayaan itu bisa saya raih,” ujar Meeng yang punya basic pendidikan sebagai sarjana planologi, yang menurutnya bisa diejawantahkan dalam kapasitasnya sebagai pengurus FAJI.
Bumi Outdoors
Menyinggung soal Bumi Outdoors, menurutnya lembaga itu didirikannya bersama sejumlah teman diantaranya Drs Ilham Prasetyo MSi, Fino (Kempleng), Krisnawati, Ivonnie Esashallyta, dan Machenk. Ikut membidani kelahiran Bumi Otdoors juga Boot Camp Sumatera asal Australia.
“Alhamdulillah, sekarang ini empat sampai lima kali setiap tahun tamu-tamu dari Australia berarung jeram dan berwisata ke sini. Biasanya kami membawa mereka ke sejumlah lokasi arung jeram seperti Sungai Batang Langkat, Sungai Asahan, Sungai Wampu Langkat, serta Sungai Alas Aceh Tenggara,” ungkapnya.
“Selain tamu-tamu dari luar negeri, kami juga sering melayani permintaan menjadi fasilitator bagi perusahaan-perusahaan yang ingin melakukan outbound training,” sambung Meeng yang pernah menerima piagam penghargaan serta sertifikat dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, pemerintah Malaysia, serta lembaga SAR atas aktivitasnya sebagai atlet, coordinator, serta tim relawan/SAR. Sejumlah perusahaan yang pernah mengikuti outbound yang difasilitasi Bumi Outdoors adalah PT Askrindo, PT Adi Karya, PT Indosat, PMI Medan Team, Bank Indonesia, PT Roza Tour Travel.
Mereka memiliki sejumlah lokasi outbound diantaranya di Sibolangit, Berastagi, Parapat (Danau Toba), Sembahe, Bukit Lawang serta Tangkahan. Ada satu prinsip yang ditanamkannya sebagai fasilitator outbound training. “Sukses outbound yang kami adakan, juga merupakan sukses tim perusahaan atau organisasi. Itu suatu kebanggaan besar bagi kami,” katanya. (**)
Lahir di pinggiran Sungai Alas, Aceh Tenggara, 34 tahun lalu, Lukman Nurhakim ST sejak usia muda sudah tertempa menjadi olahragawan yang beraksi di arus deras, arung jeram.
Saat itu, sudah aktif tim-tim atau petualang luar negeri yang mengembangkan arung jeram di kawasan Sungai Alas yang terkenal dengan arusnya yang menantang bagi para petualang. Dari ketertarikannya itu, Meeng – demikian nama bekennya di kalangan olahragawan arung jeram – mulai belajar dan akhirnya serius menggeluti olahraga menantang dan berbahaya ini.
Tahun 1998, awal keseriusannya turun di event arung jeram dengan ikut tim kampusnya, Institut Tekhnologi Medan (ITM), turun di Kejuaraan Daerah Sumatera Utara.
Berikutnya, deretan event dia ikuti, mulai skala lokal hingga skala nasional dan internasional seperti di Sungai Asahan tahun 2000, juga hingga ke mancanegara seperti ke Jepang (2001) dan Malaysia (2004, 2005).
Keseriusannya itu juga ditunjang pendidikan khusus arung jeram yang diikutinya tahun 1999 di Sekolah Arus Deras, Citate, Sukabumi. Juga pendidikan ilmu olahraga ekstrem dan penyelamatan (first aid), di Australia.
Karirnya di olahraga ekstrem ini terus berkembang, selain sebagai atlet Meeng juga terjun sebagai koordinator lomba untuk sejumlah event nasional yang diadakan di Sungai Alas dan Sungai Asahan, termasuk event lomba arung jeram dalam rangka Festival Internasional Pemuda Olahraga Bahari (FIPOB) IV/2009 di Sungai Asahan.
Kini, Meeng pun melebarkan sayapnya dengan membangun dunia usaha lewat CV Bumi Outdoors. Dari namanya, kita bisa tahu bahwa perusahaan ini ruang lingkupnya juga tak jauh-jauh dari alam. Bumi Outsoors adalah lembaga atau usaha yang bergerak di bidang pengembangan diri, wisata, olahraga, yang sifatnya petualangan (adventure) di alam terbuka (outdoor).
Program-programnya yakni rafting (arung jeram), outbound training, family games, tourism planner area serta event organizer. Juga trekking, climbing, ekspedisi, serta supplier sarana dan peralatan olahraga ekstrem.
“Semua itu merupakan aktualisasi dari pendidikan serta pengalaman yang telah saya lakukan selama sekian tahun di kegiatan-kegiatan yang sifatnya berada di alam terbuka,” ujar Lukman, mengawali perbincangannya dengan Gelora, baru-baru ini.
Baginya, apa yang dia lihat, lakukan, sebuah bentuk pelajaran. Karena ke depan tentu ada target yang lebih besar untuk dicapai seiring makin berkembangnya cita-cita dan harapan untuk lebih maju.
Termasuk keinginannya untuk memimpin induk organisasi olahraga arung jeram Sumut. Pria yang pernah menjadi pengurus Federasi Olahraga Arung Jeram (FAJI) Aceh ini, punya visi misi untuk memajukan organisasi FAJI Sumut. “Mudah-mudahan pada Musda mendatang, kepercayaan itu bisa saya raih,” ujar Meeng yang punya basic pendidikan sebagai sarjana planologi, yang menurutnya bisa diejawantahkan dalam kapasitasnya sebagai pengurus FAJI.
Bumi Outdoors
Menyinggung soal Bumi Outdoors, menurutnya lembaga itu didirikannya bersama sejumlah teman diantaranya Drs Ilham Prasetyo MSi, Fino (Kempleng), Krisnawati, Ivonnie Esashallyta, dan Machenk. Ikut membidani kelahiran Bumi Otdoors juga Boot Camp Sumatera asal Australia.
“Alhamdulillah, sekarang ini empat sampai lima kali setiap tahun tamu-tamu dari Australia berarung jeram dan berwisata ke sini. Biasanya kami membawa mereka ke sejumlah lokasi arung jeram seperti Sungai Batang Langkat, Sungai Asahan, Sungai Wampu Langkat, serta Sungai Alas Aceh Tenggara,” ungkapnya.
“Selain tamu-tamu dari luar negeri, kami juga sering melayani permintaan menjadi fasilitator bagi perusahaan-perusahaan yang ingin melakukan outbound training,” sambung Meeng yang pernah menerima piagam penghargaan serta sertifikat dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, pemerintah Malaysia, serta lembaga SAR atas aktivitasnya sebagai atlet, coordinator, serta tim relawan/SAR. Sejumlah perusahaan yang pernah mengikuti outbound yang difasilitasi Bumi Outdoors adalah PT Askrindo, PT Adi Karya, PT Indosat, PMI Medan Team, Bank Indonesia, PT Roza Tour Travel.
Mereka memiliki sejumlah lokasi outbound diantaranya di Sibolangit, Berastagi, Parapat (Danau Toba), Sembahe, Bukit Lawang serta Tangkahan. Ada satu prinsip yang ditanamkannya sebagai fasilitator outbound training. “Sukses outbound yang kami adakan, juga merupakan sukses tim perusahaan atau organisasi. Itu suatu kebanggaan besar bagi kami,” katanya. (**)
SENSASI RASA BURGER RAKSASA
SUKSES selalu datang dari tangan-tangan kreatif dan inovatif. Dan kreativitas serta inovasi itu kadang lahir dari inspirasi setelah melihat hal-hal yang ada di sekeliling. Itu pula yang terjadi pada Hendra, pria muda kreatif yang sukses berkat inspirasi uniknya.
Lelaki ini sekarang sukses sebagai usahawan kuliner, berjualan burger. Tapi bukan burger biasa, tapi burger yang memiliki keunikan serta kekhasan sendiri sehingga menarik minat dan rasa ingin tahu masyarakat.
Burger Raksasa, itu nama yang Hendra berikan untuk kedai makanannya yang ada di sudut Jalan Pancing simpang menuju kampus Universitas Negeri Medan (Unimed). Sesuai namanya, Burger Raksasa memang sebuah kafe yang menjual burger dengan ciri khas berukuran raksasa!
Memang, burger kreasi Hendra berukuran lebih dari yang biasa dijual. Saking besarnya, satu biji tak akan mampu dihabiskan satu orang melainkan harus oleh dua orang.
“Itu memamg perbedaannya, dan itu sebuah strategi bisnis. Kalau ingin produk kita diminati, kita harus membuat hal yang berbeda dari biasanya. Maka itu saya terinspirasi untuk membuat burger dengan ukuran besar,” kata Hendra.
Dan benar saja, keunikan makanan yang dihidangkan Hendra itu langsung menarik minat masyarakat terutama kalangan mahasiswa dan pelajar yang memang banyak terdapat di kawasan tersebut. Baru dibuka pada awal Maret 2009 lalu, kini dia sudah memiliki sembilan orang karyawan dengan omset usaha lebih dari Rp 20 juta per bulan. Cukup lumayan untuk sebuah usaha yang terbilang baru.
Lalu, dari mana Hendra mendapatkan ide untuk membuat burger ukuran jumbo itu?
Rupanya, ia terinspirasi kreativitas mahasiswa di Bandung. kebetulan, pada 1996 dia kuliah di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung dan baru kembali ke Medan pada 2007.
“Pada dasarnya saya hanya terinspirasi oleh usaha jualan burger anak-anak Bandung yang sudah demikian meluas. Bahkan ada yang hingga memiliki ribuajn gerobak burger,” katanya.
Namun dia mengaku tidak meniru total usaha anak-anak Bandung tersebut. Namun dengan kreativitasnya, dia membuat suatu bentuk dan citarasa baru dari burger, hingga jadilah burger ukuran jumbo tadi.
Kini kafe Burger Raksasa milik Hendra jadi tempat nongkrong favorit anak sekolah atau mahasiswa. Di kafe yang buka setiap hari mulai pukul 09.00 hingga 23.00 WIB tersebut, dia menjual aneka ukuran burger serta citarasanya yang harganya terjangkau bagi pelajar dan mahasiswa. Burger biasa dia jual dengan harga Rp 5.000, burger anak raksasa Rp 8.000 dan burger raksasa seharga Rp 11.000. Tak hanya itu, Hendra juga menyuguhkan burger isi buah, aneka jus dan soft drink.
Seorang pelanggan, Dwi Febrina Sari yang siswi SMA Al-Ulum Jalan Tuasan yang dekat lokasi kafe tersebut, mengaku dia dan teman-temannya hampir tiap hari mampir ke sana demi merasakan nikmatnya burger kreasi Hendra.
“Burger di sini memang lebih gurih dari burger lain. Saya paling suka burger anak raksasa dan pisang bakar coklat. Lagipula harganya juga gak terlalu mahal,” ujar Dwi.
Menurut Hendra lagi, yang paling banyak diminati memang burger anak raksasa, karena tidak terlalu besar. “Sedangkan yang raksasa dipastikan tidak akan habis jika dimakan sendiri dan biasanya dimakan berdua,” ujar anak kedua dari empat bersaudara ini.
Ke depan, dia berharap bisa lebih mengembangkan usahanya ini. Dia akan sangat senang, jika ada pemilik modal yang mau menjalin kerja sama untuk membuka cabang baru di kawasan ring road. Karena menurutnya, kawasan seperti itu lebih bebas dan leluasa dilalui kendaraan.
Tapi yang jelas, bagi Anda yang penasaran dan ingin menikmati sensasi beda menyantap sajian Burger Raksasa, silahkan saja dating ke sana. Dijamin puas! (**)
Lelaki ini sekarang sukses sebagai usahawan kuliner, berjualan burger. Tapi bukan burger biasa, tapi burger yang memiliki keunikan serta kekhasan sendiri sehingga menarik minat dan rasa ingin tahu masyarakat.
Burger Raksasa, itu nama yang Hendra berikan untuk kedai makanannya yang ada di sudut Jalan Pancing simpang menuju kampus Universitas Negeri Medan (Unimed). Sesuai namanya, Burger Raksasa memang sebuah kafe yang menjual burger dengan ciri khas berukuran raksasa!
Memang, burger kreasi Hendra berukuran lebih dari yang biasa dijual. Saking besarnya, satu biji tak akan mampu dihabiskan satu orang melainkan harus oleh dua orang.
“Itu memamg perbedaannya, dan itu sebuah strategi bisnis. Kalau ingin produk kita diminati, kita harus membuat hal yang berbeda dari biasanya. Maka itu saya terinspirasi untuk membuat burger dengan ukuran besar,” kata Hendra.
Dan benar saja, keunikan makanan yang dihidangkan Hendra itu langsung menarik minat masyarakat terutama kalangan mahasiswa dan pelajar yang memang banyak terdapat di kawasan tersebut. Baru dibuka pada awal Maret 2009 lalu, kini dia sudah memiliki sembilan orang karyawan dengan omset usaha lebih dari Rp 20 juta per bulan. Cukup lumayan untuk sebuah usaha yang terbilang baru.
Lalu, dari mana Hendra mendapatkan ide untuk membuat burger ukuran jumbo itu?
Rupanya, ia terinspirasi kreativitas mahasiswa di Bandung. kebetulan, pada 1996 dia kuliah di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung dan baru kembali ke Medan pada 2007.
“Pada dasarnya saya hanya terinspirasi oleh usaha jualan burger anak-anak Bandung yang sudah demikian meluas. Bahkan ada yang hingga memiliki ribuajn gerobak burger,” katanya.
Namun dia mengaku tidak meniru total usaha anak-anak Bandung tersebut. Namun dengan kreativitasnya, dia membuat suatu bentuk dan citarasa baru dari burger, hingga jadilah burger ukuran jumbo tadi.
Kini kafe Burger Raksasa milik Hendra jadi tempat nongkrong favorit anak sekolah atau mahasiswa. Di kafe yang buka setiap hari mulai pukul 09.00 hingga 23.00 WIB tersebut, dia menjual aneka ukuran burger serta citarasanya yang harganya terjangkau bagi pelajar dan mahasiswa. Burger biasa dia jual dengan harga Rp 5.000, burger anak raksasa Rp 8.000 dan burger raksasa seharga Rp 11.000. Tak hanya itu, Hendra juga menyuguhkan burger isi buah, aneka jus dan soft drink.
Seorang pelanggan, Dwi Febrina Sari yang siswi SMA Al-Ulum Jalan Tuasan yang dekat lokasi kafe tersebut, mengaku dia dan teman-temannya hampir tiap hari mampir ke sana demi merasakan nikmatnya burger kreasi Hendra.
“Burger di sini memang lebih gurih dari burger lain. Saya paling suka burger anak raksasa dan pisang bakar coklat. Lagipula harganya juga gak terlalu mahal,” ujar Dwi.
Menurut Hendra lagi, yang paling banyak diminati memang burger anak raksasa, karena tidak terlalu besar. “Sedangkan yang raksasa dipastikan tidak akan habis jika dimakan sendiri dan biasanya dimakan berdua,” ujar anak kedua dari empat bersaudara ini.
Ke depan, dia berharap bisa lebih mengembangkan usahanya ini. Dia akan sangat senang, jika ada pemilik modal yang mau menjalin kerja sama untuk membuka cabang baru di kawasan ring road. Karena menurutnya, kawasan seperti itu lebih bebas dan leluasa dilalui kendaraan.
Tapi yang jelas, bagi Anda yang penasaran dan ingin menikmati sensasi beda menyantap sajian Burger Raksasa, silahkan saja dating ke sana. Dijamin puas! (**)
Honda CB Bikers Club : WALAU TUA TETAP TANGGUH DI JALANAN
PENAMPILANNYA klasik, di usia tua sepedamotor ini tetap enak dikendarai dan terlihat tangguh di jalanan. Honda CB 125 atau atau Honda CB 100 K1 produksi tahun 70-an nyatanya masih banyak digemari termasuk oleh anak-anak muda yang notabene kini banyak disodori produk-produk sepedamotor mutakhir.
Atas kegemaran yang sama pula mendasari sekelompok anak muda di Deli Serdang mendirikan wadah Honda CB Bikers Club (HCBC). Sejak dirintis 30 Juni 2004 silam, klub yang bermarkas di Jalan Perintis Kemerdekaan (Ahmad Yani) Kelurahan Paluh Kemiri Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang, kini beranggotakan sekitar 50 orang.
Adalah Rakhmadin Zulfikar, yang kali pertama melihat Honda CB tersebut digunakan seorang penggalas pisang. Benaknya langsung tertarik, dan membayangkan sepedamotor tua itu dimodifikasi menjadi sebuah sepedamotor yang ‘kinclong’.
“Akhirnya saya menawar sepedamotor tukang galas tadi, dan dia setuju menjualnya Rp 1,4 juta,” ungkapnya.
Jadilah Madin, panggilan akrab anak muda ini, membawa pulang sepedamotor yang dalam kondisi tak karuan. Maklum, selain tua juga kerap dibawa menggalas pisangke kebun-kebun di pelosok Lubuk Pakam. Setelah itu dia pun membersihkan sepedamotor itu, lalu memperbaikinya, mengecat ulang serta memodifikasinya.
Butuh waktu cukup lama bagi Madin untuk menyulap kondisi Honda CB ‘buruk’ tersebut hingga tampil sebagai barang yang mentereng tapi tetap berkesan orisinil. Sekira setengah tahun dia harus putar-putar mencari sparepart hingga ke pelosok.
Punya sepedamotor tua nan keren, dia pun pede untuk kongkow-kongkow dengan beberapa teman yang juga memiliki Honda CB. Dari sering kumpul serta saling tukar menukar pengalaman dan informasi tentang motor antic terutama Honda CB, muncullah keinginan untuk mendirikan suatu organisasi atau klub pecinta Honda CB.
“Awal mulanya berempat, lalu bertambah jadi lima, enam orang, hingga saat klub didirikan anggotanya mencapai sepuluh orang,” kata Madin.
Seiring waktu, HCBC mulai berkembang hingga saat ini anggotanya mencapai 50 orang. Para biker ini dating dari berbagai kalangan dan profesi, mulai buruh pabrik, karyawan swasta, PNS, sampai profesional tergabung menjadi satu keluarga besar HCBC.
“Walaupun kelihatan tua, Honda CB ini tetap tangguh di jalanan,” ujar Madin membanggakan tunggangannya.
Selain usianya yang ‘uzur’ tampilan Honda CB ini memang terbilang sangat klasik dibandingkan dengan Honda tua lainnya. “Saat ini juga sudah banyak yang mengincar Honda CB ini, mereka mencarinya karena ingin mengenang kembali ketika masih muda dengan mengendarai motor ini dan di jalanan. Motor ini tetap tangguh dibandingkan dengan motor tua lainnya, karena saat dikendarai sangat enak baik di jalan datar atau terjal,” ungkap Sekretaris HCBC Lubuk Pakam, Faisal.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua Yuswardi S, bahwa Honda CB sangat digemari karena memiliki ciri khas yang unik dan menarik dan tak dimilikmi sepedamotor lainnya. “Ketika pertama kali membeli, orangtua langsung marah-marah karena kondisinya hancur. Tapi kini, justru banyak yang menawar ingin membeli,” katanya tersenyum.
Setelah berdirinya HCBC ini, Madin dan kawan-kawan pun punya kegiatan lain selain sekadar jalan-jalan. Klub ini didirikan juga bertujuan membina persaudaraan yang erat serta menjalin kebersamaan satu dengan yang lain. Juga untuk membentuk kepribadian yang mandiri dan saling tolong menolong terhadap teman seklub maupun orang lain yang membutuhkan pertolongan.
“Di klub kita ini kita juga mengembangkan kreativitas, baik dalam inovasi automotif maupun kreativitas seni. Pastinya anak-anak HCBC dapat diandalkan, karena dimanapun berada dan apapun aktivitasnya kami tetap bebas narkoba,” kata Madin lagi, bangga.
Dari awalnya ditanggapi miring, kini justru banyak orang tua menitipkan dan mempercayakan anak-anaknya untuk bergabung di klub ini. “Pernah suatu hari, ada seorang anak yang sering melakukan balapan liar di jalanan, saat itu orang tuanya melihat kegiatan HCBC yang tergolong positif. Akhirnya anak itu pun dititipkan kepada kami dan menjadi anggota tetap, hingga perlahan-lahan sifat ugal-ugalannya hilang,” katanya.
Salahsatu kegiatan positif yang mereka lakukan adalah menyantuni anak yatim dalam rangka HUT ke-5 HCBC. “Tanggal 20 dan 21 Juni 2009 kita melakukan touring ke Tugu Perjuangan di daerah Tiga Juhar, Kelurahan STM Hulu Desa Rumah Liang Kabupaten Deli Serdang. Di sana kita melakukan bakti sosial, karena Tugu Perjuangan tersebut merupakan tempat sejarah yang terlupakan,” ungkapnya.
Jadinya, menggemari Honda CB bukan sekadar gaya hidup, tapi nilai-nilai kebersamaan serta kerakyatan juga dikembangkan. Viva HCBC! (**)
Atas kegemaran yang sama pula mendasari sekelompok anak muda di Deli Serdang mendirikan wadah Honda CB Bikers Club (HCBC). Sejak dirintis 30 Juni 2004 silam, klub yang bermarkas di Jalan Perintis Kemerdekaan (Ahmad Yani) Kelurahan Paluh Kemiri Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang, kini beranggotakan sekitar 50 orang.
Adalah Rakhmadin Zulfikar, yang kali pertama melihat Honda CB tersebut digunakan seorang penggalas pisang. Benaknya langsung tertarik, dan membayangkan sepedamotor tua itu dimodifikasi menjadi sebuah sepedamotor yang ‘kinclong’.
“Akhirnya saya menawar sepedamotor tukang galas tadi, dan dia setuju menjualnya Rp 1,4 juta,” ungkapnya.
Jadilah Madin, panggilan akrab anak muda ini, membawa pulang sepedamotor yang dalam kondisi tak karuan. Maklum, selain tua juga kerap dibawa menggalas pisangke kebun-kebun di pelosok Lubuk Pakam. Setelah itu dia pun membersihkan sepedamotor itu, lalu memperbaikinya, mengecat ulang serta memodifikasinya.
Butuh waktu cukup lama bagi Madin untuk menyulap kondisi Honda CB ‘buruk’ tersebut hingga tampil sebagai barang yang mentereng tapi tetap berkesan orisinil. Sekira setengah tahun dia harus putar-putar mencari sparepart hingga ke pelosok.
Punya sepedamotor tua nan keren, dia pun pede untuk kongkow-kongkow dengan beberapa teman yang juga memiliki Honda CB. Dari sering kumpul serta saling tukar menukar pengalaman dan informasi tentang motor antic terutama Honda CB, muncullah keinginan untuk mendirikan suatu organisasi atau klub pecinta Honda CB.
“Awal mulanya berempat, lalu bertambah jadi lima, enam orang, hingga saat klub didirikan anggotanya mencapai sepuluh orang,” kata Madin.
Seiring waktu, HCBC mulai berkembang hingga saat ini anggotanya mencapai 50 orang. Para biker ini dating dari berbagai kalangan dan profesi, mulai buruh pabrik, karyawan swasta, PNS, sampai profesional tergabung menjadi satu keluarga besar HCBC.
“Walaupun kelihatan tua, Honda CB ini tetap tangguh di jalanan,” ujar Madin membanggakan tunggangannya.
Selain usianya yang ‘uzur’ tampilan Honda CB ini memang terbilang sangat klasik dibandingkan dengan Honda tua lainnya. “Saat ini juga sudah banyak yang mengincar Honda CB ini, mereka mencarinya karena ingin mengenang kembali ketika masih muda dengan mengendarai motor ini dan di jalanan. Motor ini tetap tangguh dibandingkan dengan motor tua lainnya, karena saat dikendarai sangat enak baik di jalan datar atau terjal,” ungkap Sekretaris HCBC Lubuk Pakam, Faisal.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua Yuswardi S, bahwa Honda CB sangat digemari karena memiliki ciri khas yang unik dan menarik dan tak dimilikmi sepedamotor lainnya. “Ketika pertama kali membeli, orangtua langsung marah-marah karena kondisinya hancur. Tapi kini, justru banyak yang menawar ingin membeli,” katanya tersenyum.
Setelah berdirinya HCBC ini, Madin dan kawan-kawan pun punya kegiatan lain selain sekadar jalan-jalan. Klub ini didirikan juga bertujuan membina persaudaraan yang erat serta menjalin kebersamaan satu dengan yang lain. Juga untuk membentuk kepribadian yang mandiri dan saling tolong menolong terhadap teman seklub maupun orang lain yang membutuhkan pertolongan.
“Di klub kita ini kita juga mengembangkan kreativitas, baik dalam inovasi automotif maupun kreativitas seni. Pastinya anak-anak HCBC dapat diandalkan, karena dimanapun berada dan apapun aktivitasnya kami tetap bebas narkoba,” kata Madin lagi, bangga.
Dari awalnya ditanggapi miring, kini justru banyak orang tua menitipkan dan mempercayakan anak-anaknya untuk bergabung di klub ini. “Pernah suatu hari, ada seorang anak yang sering melakukan balapan liar di jalanan, saat itu orang tuanya melihat kegiatan HCBC yang tergolong positif. Akhirnya anak itu pun dititipkan kepada kami dan menjadi anggota tetap, hingga perlahan-lahan sifat ugal-ugalannya hilang,” katanya.
Salahsatu kegiatan positif yang mereka lakukan adalah menyantuni anak yatim dalam rangka HUT ke-5 HCBC. “Tanggal 20 dan 21 Juni 2009 kita melakukan touring ke Tugu Perjuangan di daerah Tiga Juhar, Kelurahan STM Hulu Desa Rumah Liang Kabupaten Deli Serdang. Di sana kita melakukan bakti sosial, karena Tugu Perjuangan tersebut merupakan tempat sejarah yang terlupakan,” ungkapnya.
Jadinya, menggemari Honda CB bukan sekadar gaya hidup, tapi nilai-nilai kebersamaan serta kerakyatan juga dikembangkan. Viva HCBC! (**)
MENGGAGAS JALUR PORT KLANG - TANJUNG TIRAM - PANTAI PERJUANGAN
BELUM banyak yang tahu, Batubara punya dermaga khusus yang menghubungkan kabupaten tersebut dengan negara tetangga, Malaysia. Kalau Kota Medan punya Pelabuhan Belawan yang terhubung dengan Pulau Pinang, pelabuhan di Batubara justru punya jalur perhubungan ke kawasan semenanjung Malaysia.
Pelabuhan Tanjung Tiram, nyatanya telah disinggahi kapal penumpang cepat Ferry Suka Express yang bolak-balik ke Port Klang sebanyak tiga kali seminggu tiap Senin, Rabu dan Jumat.
“Ke depan, mungkin bakal ada satu ferry lagi yang beroperasi, sehingga dalam seminggu bakal full jadwal penyeberangan Tanjung Tiram ke Port Klang dan sebaliknya,” kata Asisten I Bidang Pemerintahan Pemerintah Kabupaten Batubara, Sakti Sinaga SH.
Dengan waktu tempuh sekitar empat jam, berarti akan lebih efektif dibandingkan warga Batubara harus ke Medan dulu jika ingin ke Malaysia. Apalagi kalau tujuannya ke wilayah semenanjung bukannya khusus ke Pulau Pinang.
“Sayangnya, dermaga di Pelabuhan Tanjung Tiram sangat kecil, hanya mampu disandari satu kapal. Sehingga dermaga tersebut perlu ditingkatkan jika nantinya jadwal ferry lebih intens,” ujar Sakti.
Terlebih, kabupaten baru ini tengah menggagas suatu rencana besar untuk menjadikannya daerah tujuan wisata bertaraf internasional. Salahsatunya potensi Pantai Perjuangan Kecamatan Sei Suka yang tengah dikenalkan melalui event Festival Internasional Pemuda Olahraga Bahari (FIPOB) IV/2009.
Jarak Tanjung Tiram ke Pantai Perjuangan yang hanya berkisar 25 km memang potensial untuk membuka jalur wisata Port Klang – Tanjung Tiram – Pantai Perjuangan yang bias dikunjungi turis-turis asing terutama dari Malaysia.
Memang, dalam jarak lebih dekat ke Pantai Perjuangan, ada dermaga yang lebih memadai. Namun itu merupakan milik perusahaan industri yakni PT Inalu, Multi Mas dan Domba Mas.
“Harapannya juga, investor mau datang membangun fasilitas-fasilitas pendukung seperti hotel, resort, restoran, pust rekreasi dan lainnya. Sehingga potensi yang telah ada ini bisa lebih dikembangkan,” ucap Sakti.
Target Pemerintah Kabupaten Batubara sendiri, menurut Sakti, dalam lima tahun ke depan daerah ini bisa bangkit mengangkat potensi sumber daya alam dan sumber daya manusianya.
Satu lagi rencana besar mereka yakni membangun kawasan kantor pemerintahan di kawasan pesisir pantai bukannya di pinggir jalan lintas Sumatera. Lokasinya masih di Kecamatan Limapuluh, di kawasan yang dinamai Pantai Sejarah.
“Kalau ini terealisasi, mungkin jadi satu-satunya di Sumut yang kawasan pusat pemerintahannya berada di pesisir pantai. Sekaligus kita ingin membangun kawasan pesisir yang selama ini termarjinalkan, sehingga tidak ada lagi konotasi kumuh, sanitasi buruk dan penduduknya miskin,” sambung Sakti.
Ditambah potensi pertanian dan perkebunan serta industri, maka konsep agromarinepolitan yang tengah dikembangkan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara layak dikembangkan di sini.
Gambaran ringkasnya, Kabupaten Batubara punya lahan persawahan seluas 14.000 hektar yang sentranya di Kecamatan Medan Deras dan Sei Suka. Sektor pertanian juga disokong perekbunan diantaranya kelapa sawit yang juga banyak terhampar di kawasan kabupaten ini. Lalu kawasan industri di Kuala Tanjung dengan salahsatu perusahaan raksasa PT Inalum, serta sentra perikanan di garis pantai sepanjang 62 km.
Semua itu berada dalam tata ruang yang tertata dengan baik sesuai konsep agromarinepolitan tadi. (**)
Pelabuhan Tanjung Tiram, nyatanya telah disinggahi kapal penumpang cepat Ferry Suka Express yang bolak-balik ke Port Klang sebanyak tiga kali seminggu tiap Senin, Rabu dan Jumat.
“Ke depan, mungkin bakal ada satu ferry lagi yang beroperasi, sehingga dalam seminggu bakal full jadwal penyeberangan Tanjung Tiram ke Port Klang dan sebaliknya,” kata Asisten I Bidang Pemerintahan Pemerintah Kabupaten Batubara, Sakti Sinaga SH.
Dengan waktu tempuh sekitar empat jam, berarti akan lebih efektif dibandingkan warga Batubara harus ke Medan dulu jika ingin ke Malaysia. Apalagi kalau tujuannya ke wilayah semenanjung bukannya khusus ke Pulau Pinang.
“Sayangnya, dermaga di Pelabuhan Tanjung Tiram sangat kecil, hanya mampu disandari satu kapal. Sehingga dermaga tersebut perlu ditingkatkan jika nantinya jadwal ferry lebih intens,” ujar Sakti.
Terlebih, kabupaten baru ini tengah menggagas suatu rencana besar untuk menjadikannya daerah tujuan wisata bertaraf internasional. Salahsatunya potensi Pantai Perjuangan Kecamatan Sei Suka yang tengah dikenalkan melalui event Festival Internasional Pemuda Olahraga Bahari (FIPOB) IV/2009.
Jarak Tanjung Tiram ke Pantai Perjuangan yang hanya berkisar 25 km memang potensial untuk membuka jalur wisata Port Klang – Tanjung Tiram – Pantai Perjuangan yang bias dikunjungi turis-turis asing terutama dari Malaysia.
Memang, dalam jarak lebih dekat ke Pantai Perjuangan, ada dermaga yang lebih memadai. Namun itu merupakan milik perusahaan industri yakni PT Inalu, Multi Mas dan Domba Mas.
“Harapannya juga, investor mau datang membangun fasilitas-fasilitas pendukung seperti hotel, resort, restoran, pust rekreasi dan lainnya. Sehingga potensi yang telah ada ini bisa lebih dikembangkan,” ucap Sakti.
Target Pemerintah Kabupaten Batubara sendiri, menurut Sakti, dalam lima tahun ke depan daerah ini bisa bangkit mengangkat potensi sumber daya alam dan sumber daya manusianya.
Satu lagi rencana besar mereka yakni membangun kawasan kantor pemerintahan di kawasan pesisir pantai bukannya di pinggir jalan lintas Sumatera. Lokasinya masih di Kecamatan Limapuluh, di kawasan yang dinamai Pantai Sejarah.
“Kalau ini terealisasi, mungkin jadi satu-satunya di Sumut yang kawasan pusat pemerintahannya berada di pesisir pantai. Sekaligus kita ingin membangun kawasan pesisir yang selama ini termarjinalkan, sehingga tidak ada lagi konotasi kumuh, sanitasi buruk dan penduduknya miskin,” sambung Sakti.
Ditambah potensi pertanian dan perkebunan serta industri, maka konsep agromarinepolitan yang tengah dikembangkan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara layak dikembangkan di sini.
Gambaran ringkasnya, Kabupaten Batubara punya lahan persawahan seluas 14.000 hektar yang sentranya di Kecamatan Medan Deras dan Sei Suka. Sektor pertanian juga disokong perekbunan diantaranya kelapa sawit yang juga banyak terhampar di kawasan kabupaten ini. Lalu kawasan industri di Kuala Tanjung dengan salahsatu perusahaan raksasa PT Inalum, serta sentra perikanan di garis pantai sepanjang 62 km.
Semua itu berada dalam tata ruang yang tertata dengan baik sesuai konsep agromarinepolitan tadi. (**)
Menatap Muara Nauli : KEINDAHAN NAN EKSOTIS DAN LUAR BIASA
SEBUTAN ‘Muara Nauli’ yang artinya ‘Muara yang indah’ memang tak berlebihan diberikan kepada kawasan ini. Memuji alam Muara, bakal tak ada habisnya, karena keindahannya yang penuh tantangan, godaan panorama serta hembusan angin yang menyejukkan, lengkap sebagai suatu kawasan wisata.
Muara adalah salahsatu kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara, yang berada di bagian utara kawasan Danau Toba yang terdiri dari 15 desa dengan jumlah penduduk sekitar 15.171 juta jiwa. Mayoritas penduduknya petani dan nelayan.
Mencapai kawasan Muara, kita bisa melalui jalan darat yang memberi suguhan pemandangan perbukitan menghijau, lembah curam, dan - tentu saja - panorama keindahan Danau Toba yang membiru.
Selain itu, penjelajahan menuju kawasan yang memang identik dengan Danau Toba tersebut, juga dapat dilakukan dengan cara lain yaitu menumpang kapal angkutan kecil yang hampir setiap hari berangkat dari dermaga Balige, Kabupaten Toba Samosir, dengan perjalanan memakan waktu sekitar 1,5 jam.
Sama dengan perjalanan darat, perjalanan lewat kapal ini juga menyuguhkan sajian pemandangan alam yang indah, serta sesekali akan terlihat beberapa nelayan yang sedang menyebarkan jala ikannya. Inilah yang menjadi salah satu potret kehidupan penduduk pinggiran Danau Toba.
Anda kenal dengan mangga Parapat? Sesungguhnya mangga ini banyak dipasok dari kawasan Muara yang memang menjadi potensi khas dan keberadaannya sudah berlangsung dari tahun ke tahun. Biasanya antara bulan Agustus hingga September akan terjadi panen mangga besar-besaran, sehingga mangga Muara yang terkenal manis rasanya itu kerap dijadikan oleh-oleh bagi wisatawan yang sering berkunjung ke kota wisata Parapat.
Keindahan Nan Eksotis
Tapi Muara bukan hanya Muara. Di kecamatan ini, pengunjung dapat melihat beberapa objek wisata yang menarik, di antara panorama indah Hutaginjang yang terletak sekitar 38 km dari Tarutung atau 11 km dari Bandara Silangit Borong-borong. Dari Panorama indah Hutaginjang menelusuri jalan berbelok, seraya menikmati pemandangan indah lahan persawahan, menggiring perjalanan menuju kota Muara. Di sini dapat dinikmati wisata pantai yang telah dilengkapi sejumlah fasilitas seperti rumah makan, restoran, dan hotel berbintang.
Dan, kepuasan berwisata semakin lengkap jika mengunjungi Pulau Sibandang. Pulau yang berada di tengah Danau Toba ini merupakan bagian Kecamatan Muara dan merupakan pulau terbesar kedua di Danau Toba dengan luas sekitar 1.194 hektar dan dihuni sekitar 2.551 jiwa. Di Pulau Sibandang inilah, banyak dijumpai pohon mangga tadi, sehingga pulau ini sering pula dijuluki ‘Pulau Mangga’.
Dua objek wisata inilah yang sangat potensial untuk dikembangkan. Lokasi Pulau Sibandang merupakan salah satu kawasan strategis dan memiliki prospek menjadi resor wisata air. Di sekitar lokasi perairan merupakan lokasi strategis untuk berbagai aktivitas olahraga air seperti parasailing, ski air, jet ski, kano, sampan tradisional, renang dan lain-lain.
Hutaginjang dan Pulau Sibandang, lokasinya juga strategis untuk wisata terbang layang (gantole). Bahkan kereta gantung untuk wisata dari puncak panorama Hutaginjang menuju pulau Sibandang untuk menikmati panorama indah Danau Toba, Pulau Samosir dan Pulau Sibandang, sangat layak dibangun
Khusus untuk kawasan Hutaginjang, sejak 2007 lalu telah digunakan sebagai lokasi take-off kejuaraan gantole dalam rangka Lake Toba Eco Tourism III. Itu berlanjut di tahun 2008 dan tahun ini juga menjadi lokasi kejuaraan Piala Bupati Taput Torang Lumbantobing dalam rangkaian Festival Internasional Pemuda Olahraga Bahari (FIPOB) IV 2009.
Kang Dadang, atlet gantole senior asal Jawa Barat yang ikut berlomba di dua tahun lalu, memuji habis-habisan panorama Hutaginjang yang menurutnya sangat pantas untuk dijadikan lokasi terbang gantole, bahkan kejuaraan bertaraf internasional sekalipun.
“Luar biasa, pemandangannya teramat eksotis. Lengkap paduan pegunungan, dataran rendah yang luas serta perairan danau. Teramat puas terbang di sini, apalagi sambutan masyarakatnya juga luar biasa,” katanya, ketika itu. “Kita sudah merintisnya. Tinggal melihat apakah animo investor akan terpancing untuk melirik Muara, termasuk mengembangkan olahraga wisata di daerah ini,” ujar Mayor Gagarin Aritonang, pengurus dan atlet gantole Fasida Sumut sekaligus putra daerah asal desa budaya Aritonang, yang lokasinya bisa langsung ditatap dari panatapan Hutaginjang. (**)
Muara adalah salahsatu kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara, yang berada di bagian utara kawasan Danau Toba yang terdiri dari 15 desa dengan jumlah penduduk sekitar 15.171 juta jiwa. Mayoritas penduduknya petani dan nelayan.
Mencapai kawasan Muara, kita bisa melalui jalan darat yang memberi suguhan pemandangan perbukitan menghijau, lembah curam, dan - tentu saja - panorama keindahan Danau Toba yang membiru.
Selain itu, penjelajahan menuju kawasan yang memang identik dengan Danau Toba tersebut, juga dapat dilakukan dengan cara lain yaitu menumpang kapal angkutan kecil yang hampir setiap hari berangkat dari dermaga Balige, Kabupaten Toba Samosir, dengan perjalanan memakan waktu sekitar 1,5 jam.
Sama dengan perjalanan darat, perjalanan lewat kapal ini juga menyuguhkan sajian pemandangan alam yang indah, serta sesekali akan terlihat beberapa nelayan yang sedang menyebarkan jala ikannya. Inilah yang menjadi salah satu potret kehidupan penduduk pinggiran Danau Toba.
Anda kenal dengan mangga Parapat? Sesungguhnya mangga ini banyak dipasok dari kawasan Muara yang memang menjadi potensi khas dan keberadaannya sudah berlangsung dari tahun ke tahun. Biasanya antara bulan Agustus hingga September akan terjadi panen mangga besar-besaran, sehingga mangga Muara yang terkenal manis rasanya itu kerap dijadikan oleh-oleh bagi wisatawan yang sering berkunjung ke kota wisata Parapat.
Keindahan Nan Eksotis
Tapi Muara bukan hanya Muara. Di kecamatan ini, pengunjung dapat melihat beberapa objek wisata yang menarik, di antara panorama indah Hutaginjang yang terletak sekitar 38 km dari Tarutung atau 11 km dari Bandara Silangit Borong-borong. Dari Panorama indah Hutaginjang menelusuri jalan berbelok, seraya menikmati pemandangan indah lahan persawahan, menggiring perjalanan menuju kota Muara. Di sini dapat dinikmati wisata pantai yang telah dilengkapi sejumlah fasilitas seperti rumah makan, restoran, dan hotel berbintang.
Dan, kepuasan berwisata semakin lengkap jika mengunjungi Pulau Sibandang. Pulau yang berada di tengah Danau Toba ini merupakan bagian Kecamatan Muara dan merupakan pulau terbesar kedua di Danau Toba dengan luas sekitar 1.194 hektar dan dihuni sekitar 2.551 jiwa. Di Pulau Sibandang inilah, banyak dijumpai pohon mangga tadi, sehingga pulau ini sering pula dijuluki ‘Pulau Mangga’.
Dua objek wisata inilah yang sangat potensial untuk dikembangkan. Lokasi Pulau Sibandang merupakan salah satu kawasan strategis dan memiliki prospek menjadi resor wisata air. Di sekitar lokasi perairan merupakan lokasi strategis untuk berbagai aktivitas olahraga air seperti parasailing, ski air, jet ski, kano, sampan tradisional, renang dan lain-lain.
Hutaginjang dan Pulau Sibandang, lokasinya juga strategis untuk wisata terbang layang (gantole). Bahkan kereta gantung untuk wisata dari puncak panorama Hutaginjang menuju pulau Sibandang untuk menikmati panorama indah Danau Toba, Pulau Samosir dan Pulau Sibandang, sangat layak dibangun
Khusus untuk kawasan Hutaginjang, sejak 2007 lalu telah digunakan sebagai lokasi take-off kejuaraan gantole dalam rangka Lake Toba Eco Tourism III. Itu berlanjut di tahun 2008 dan tahun ini juga menjadi lokasi kejuaraan Piala Bupati Taput Torang Lumbantobing dalam rangkaian Festival Internasional Pemuda Olahraga Bahari (FIPOB) IV 2009.
Kang Dadang, atlet gantole senior asal Jawa Barat yang ikut berlomba di dua tahun lalu, memuji habis-habisan panorama Hutaginjang yang menurutnya sangat pantas untuk dijadikan lokasi terbang gantole, bahkan kejuaraan bertaraf internasional sekalipun.
“Luar biasa, pemandangannya teramat eksotis. Lengkap paduan pegunungan, dataran rendah yang luas serta perairan danau. Teramat puas terbang di sini, apalagi sambutan masyarakatnya juga luar biasa,” katanya, ketika itu. “Kita sudah merintisnya. Tinggal melihat apakah animo investor akan terpancing untuk melirik Muara, termasuk mengembangkan olahraga wisata di daerah ini,” ujar Mayor Gagarin Aritonang, pengurus dan atlet gantole Fasida Sumut sekaligus putra daerah asal desa budaya Aritonang, yang lokasinya bisa langsung ditatap dari panatapan Hutaginjang. (**)
Langganan:
Postingan (Atom)