DUA dari sejumlah usaha binaan UKM Center Sumut adalah pembuatan batik dan telekung. Secara kebetulan, dua jenis usaha ini berada di satu kawasan yakni Kecamatan Medan Tembung, tepatnya di Jalan Bersama sehingga ke depan diproyeksikan sebagai sentra bersama perajin batik dan telekung.
Sentra pembuatan batik di Jalan Bersama Gg Musyawarah telah melatih 20 orang dengan instruktur Dra Nur Cahaya. Pelatihan sejak Februari 2009, mampu menjadikan sebagian dari mereka sebagai perajin yang telah mengikuti workshop serta pameran.
“Mereka ini sudah cukup terampil, tinggal memantapkan tehnik pewarnaan yang rencananya akan mendatangkan instruktur dari Jawa,” kata Nur Cahaya.
Dua jenis batik yang dikembangkan adalah batik tulis dengan motof khas Jawa serta batik cap atau cetak dengan motif Gorga atau khas Batak. Produksi batik dari sentra ini sudah dipamerkan pada arena pameran teknologi di Langkat, baru-baru ini. “Ya, lumayanlah, untuk memperkenalkan produk baru kami ke masyarakat. Setidaknya beberapa lembar hasil produksi kami telah laku dipasarkan, walau dengan harga minimal. Hitung-hitung untuk promosi,” kata Asih, salah seorang perajin.
Harga yang ditetapkan untuk satu lembar batik tulis memang masih relatif sangat murah, antara Rp 50 ribu hingga Rp 75 ribu. Padahal yang ideal harganya sekitar Rp 100 ribu. Demikian juga dengan batik khas Batak, masih dijual seharga Rp 55 ribu hingga Rp 60 ribu.
Khusus untuk batik khas Batak ini, mereka sudah mendapat respons pasar berupa pesanan dari instansi pemerintahan untuk bahan pakaian seragam. Al Washliyah juga memanfaatkan produk mereka untuk digunakan sebagai bahan pakaian seragam organisasi tersebut.
“Namun kami masih terkendala modal serta peralatan, untuk memproduksi dalam jumlah lebih besar,” ungkap Nur Cahaya.
Sementara itu Mardiana Situmorang yang membina sejumlah wanita untuk mengikuti pelatihan pembuatan telekung di Jalan Bersama No. 98, juga mengungkapkan problematika yang sama. “Inginnya sih, memasarkan produk yang telah kami buat. Tapi modal tak cukup, sehingga terpaksa produksi kami tolak ke pedagang,” ujarnya.
Selain itu, dia mengaku harga kain untuk pembuatan telekung itu cukup mahal, yang menjadi kendala lain mereka memproduksi dalam jumlah lebih banyak.Di lokasi kursus milik Mardiana, bekerjasama dengan UKM Center Sumut sejak dua bulan lalu telah melatih 10 peserta dan Juli 2009 ini masuk gelombang kedua 10 orang lagi. “Kalau bisa, selepas latihan di sini kami bisa menekuni usaha sendiri, untuk membantu ekonomi keluarga,” ujar Nur Asiah, salah seorang peserta kursus.
Ketua UKM Center Sumut, Ir Deni Faisal Mirza didampingi Ketua UKM Center Medan Tembung, M Taufik, mengatakan untuk kedua jenis usaha ini mereka akan terus membantu hingga akhirnya nanti para perajin mendapatkan pasar bagi hasil produksinya. “Yang jelas, kami membantu mereka termasuk permodalan untuk pengembangan usahanya,” ujar Deni.
Diakuinya, setelah menjalani kursus para perajin yang memulai dari nol ini tidak bisa langsung terjun ke persaingan usaha. Seperti yang diterapkan untuk peserta pelatihan pembuatan telekung, setelah selesai mereka akan dimagangkan ke pengusaha yang telah berhasil, setelah benar-benar mahir baru mereka dilepas untuk berusaha sendiri.
“Diharapkan mereka jadi pelaku usaha industri rumahtangga. Tentunya dengan bantuan permodalan, agar mereka bisa memproduksi sendiri dan menggandengkannya dengan pengusaha yang sudah punya pasar. Untuk diketahui, pasar telekung saat ini cukup besar hingga ke Malaysia,” papar Deni. (**)
Sabtu, September 05, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar