Selasa, Desember 29, 2009

Membina Ekonomi Sambil Kampanye Peduli Lingkungan

APA yang dilakukan ketiga pemuda ini terbilang kreatif dan inovatif. Di tengah sempitnya peluang kerja di sektor formil, nyatanya mereka mampu menciptakan lapangan kerja di sektor non formil lewat wirausaha. Nyatanya, masa depan yang cerah mulai terpancar di hadapan mereka.Romi Calmaria D SSos, Arief Irvan ST dan Arliansyah, tiga pemuda asal Kabupaten Labuhan Batu Utara yang mulai go public dengan produk usaha kreatif mereka, pupuk kompos berlaber POST.Idenya, berdasarkan potensi daerah tempat tinggal mereka di Dusun I Simpang Merbau Desa Pulo Jantan Kecamatan NA IX-X Labuhan Batu Utara, sebagai hamparan kebun kelapa sawit. Tentunya, banyak limbah kelapa sawit utamanya tandan buah kosong yang mereka lihat bisa dimanfaatkan untuk menjadi pupuk organik atau kompos.Jadilah, mereka memproduksi pupuk kompos POST yang kini mulai dilempar ke pasaran, bukan sekadar di kawasan Labuhan Batu Utara, namun juga mulai dikenalkan di kios-kios pupuk kawasan Tapanuli Utara dan Kota Medan.“Sasaran kami selain petani tanaman perkebunan dan hortikultura yang banyak terdapat di sekitar tempat tinggal kami, juga hobiis tanaman hias atau bunga yang banyak terdapat di Kota Medan. Tahap awal kami memang baru memperkenalkan, namun di waktu-waktu mendatang kami harap pupuk kompos produksi kami bisa diterima masyarakat,” kata Arief.Namun, mereka mengakui, ide tidak datang begitu saja. Seperti dikatakan Romi, awalnya dia sendiri belum terpikir untuk membangun industri pupuk organik. “Awalnya sih karena tidak ada pekerjaan. Semula saya bekerja sebagai office manajer di sebuah perusahaan, namun karena terimbas krisis lalu saya di-PHK hingga menganggur,” ungkapnya.Periode Februari-Maret 2009, dia pun coba-coba searching di internet, apa yang tengah ‘heboh’ terutama di daerahnya. Akhirnya dia mendapati kenyataan masyarakat mengeluhkan harga pupuk yang mahal.Bersama rekannya Arief dan Arliansyah, Romi pun mulai coba-coba memproduksi pupuk kompos. Semula mereka mengambil bahan baku sampah, tapi akhirnya kesulitan karena sulit mengkoordinir masyarakat untuk tidak buang sampah sembarangan. Terbersitlah di benak mereka, untuk menggunakan bahan baku tandan kosong kelapa sawit yang banyak jadi limbah pabrik-pabrik di sekitar daerah mereka tinggal.Bulan Mei 2005, mereka mulai membuat demplot. Lalu tiga bulan try and error hingga akhirnya mendapatkan formulasi yang pas untuk menghasilkan kompos yang bagus serta cepat.Dengan wadah usaha CV Bina Tani Sejahtera, mulailah mereka merintis industri pupuk kompos tersebut. “Kami membangun usaha ini dengan investasi sekitar Rp 50 juta, masing-masing untuk membeli mesin pencacah Rp 15 juta, sewa tanah, membeli peralatan serta membayar tiga pekerja lapangan,” papar Arief.Mereka sudah mampu memproduksi pupuk kompos sebanyak 15 ton/bulan dengan omset Rp 30 juta hingga Rp 40 juta/bulan. Pupuk kompos POST produksi CV Bina Tani Sejahtera dijual dengan kemasan plastik 5 kg seharga Rp 5.000 serta karung 25 kg seharga Rp 50.000.Kini, ungkap Romi, mereka berencana mengembangkan pembuatan pupuk kompos tersebut dengan bahan dasar campuran tandan kosong kelapa sawit dan kotoran lembu, serta sampah-sampah organik.“Sebab bentuk serbuk yang dihasilkan dari bahan baku tandan sawit tersebut, kadang jadi halangan dalam pemasaran. Sebagian masyarakat menganggapnya itu hanya ampas. Dengan campuran tadi, kami kira hasilnya bakal lebih halus,” ujar Romi.Mereka berbangga, bukan saja karena telah terbayang hasil dari membina ekonomi, namun juga karena apa yang dilakukan ini menjadi sumbangan bagi pelestarian lingkungan. Dengan memanfaatkan sampah-sampah organik, dan memperkenalkan penggunaan pupuk organik, berarti juga mereka ikut mengkampanyekan peduli lingkungan. Save the earth, go organic, begitu slogan mereka. Satu lagi yang membuat mereka bangga, yakni pengakuan atas prestasi sebagai wirausahawan yang berhasil membina ekonomi, lewat anugerah UMK Award yang diberikan PT Bank Sumut baru-baru ini, untuk kategori usaha mikro.“Mudah-mudahan ini menjadi pendorong kami untuk terus membangun usaha dan sukses berwirausaha,” kata Romi yang diamini rekan-rekannya. (**)

Jumat, September 11, 2009

SIRUP ROSELA, PAS UNTUK LEBARAN

SELAMA ini, hasil olahan rosela yang lebih dikenal masyarakat adalah teh rosela. Namun hasil olahan lain seperti sirup rosela juga patut dilirik.


Sebagai minuman, potensi pasar sirup sangat besar lantaran sirup bisa dikonsumsi untuk segala usia. Selain itu penggunaan sirup juga lebih luas. Sirup dapat digunakan untuk membuat minuman segar, toping pada aneka kue dan puding, serta sebagai bahan pemanis pada beberapa jenis makanan. Kelopak bunga rosela yang berwarna merah menyala dan berasa asam membuatnya cocok untuk dibuat sirup.


Atas dasar pemikiran itu pula, Mak Inten, pembudidaya dan peramu tanaman herba, mencoba suatu inovasi baru minuman segar berkhasiat yang diberinya label Sirup Rosela Mak Inten. Produk olahannya ini, baru diproduksi pas menjelang lebaran.


“Memang pemikiran saya begitu, apa salahnya menyajikan sesuatu yang baru saat lebaran ini. Kebetulan ada permintaan, dan saya mencobanya. Alhamdulillah, sambutan konsumen sangat positif, saat ini pesanan sudah cukup banyak,” ujarnya.


Tapi, dia mengaku tidak serta merta mempunyai pemikiran untuk memproduksi sirup rosella ini. “Sebenarnya ini karena permintaan relasi, seorang dokter dari Aek Kanopan, dan Beliau meminta saya khusus memproduksi sirup ini,” ungkapnya.


Dokter Budi, relasinya di Aek Kanopan tersebut, pernah mengetahui sirup sejenis yang dipasarkan. Namun dia kurang sreg dengan kualitasnya, lalu meminta Mak Inten memproduksinya dengan memasukkan unsur-unsur alamiah yang tentunya berkhasiat untuk kesehatan. Dan yang pasti, kesegarannya tak kalah dengan sirup markisa yang sering disuguhkan orang saat lebaran.


“Untuk konsumsi keluarga, terutama saat lebaran, sirup rosela ini sangat pas. Selain rasanya segar, juga berkhasiat untuk mencegah dan menyembuhkan berbagai penyakit,” ujar Mak Inten, berpromosi.


Khasiat sirup rosella ini, untuk meningkatkan stamina dan daya tahan tubuh, menghindarkan kolestrol, asam urat dan sembelit. Juga mengurani hipertensi, mencegah kanker, mengobati sariawan dan batuk serta menurunkan berat badan.


Memang harga sirup ini agak lebih mahal. Tapi wajar saja karena selain kelezatan dan kesegaran yang ditawarkan, ada sejumlah khasiat fungsional yang terkandung didalamnya. Mak Inten sendiri membandrol sebotol sirup rosela ini seharga Rp 25.000.


“Saat ini saja, orang-orang di sekitar Marelan sudah banyak yang membeli. Bahkan dari kawasan lain seperti Asam Kumbang ada yang khusus datang. Saat ini, promosinya baru dari mulut ke mulut, karena ini memang masih baru dan produksi saya juga belum begitu banyak,” ucapnya.


Namun bagi masyarakat yang ingin merasakan kesegaran dan manfaat sirup rosela ini, dipersilahkannya datang ke Pasar Satu Tengah Kelurahan Tanah 600 Kecamatan Medan Marelan, atau menghubungi nomor HP-nya 081362111740. (**)


Selasa, September 08, 2009

KERIPIK BUAH CRISPY, YANG BARU KHAS DARI MEDAN




INI masukan berharga bagi masyarakat khususnya generasi muda yang kehilangan pekerjaan akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) atau sulit mendapatkan pekerjaan. Dengan ketekunan serta inovasi, ternyata bisa menghasilkan kreasi yang berharga dan malah bisa menjadi sumber penghasilan yang lumayan.


Apa yang dilakukan Koad Chamdi, mengubah profesinya dari bekerja di sektor formal kini menjadi wirausahawan mandiri yang dibayangi prospek cerah dari hasil produk usahanya. Setelah PHK dari perusahaan pupuk di Lkokseumawe, dia mengalihkan mata pencahariannya menjadi pengusaha keripik buah, dan hasilnya kini produk olahannya mulai dikenal dan laku di pasaran.


Anda pernah dengar keripik nangka, salak atau nenas? Sebagian mungki n sudah pernah dengar dan merasakannya, namun banyak juga yang masih asing dengan jenis panganan ini karena terbiasa memakan keripik yang terbuat dari singkong atau pisang.


Di tangan Koad, aneka buah bisa menjadi olahan dan dibuat keripik yang mempunyai citarasa gurih dan berpeluang bisnis yang manis. “Ternyata buah-buahan itu bukan saja kaya manfaat, tapi juga kaya olahan,” cetus pria kelahiran 54 tahun lalu ini.


Bersama istrinya Herawati, Koad mengolah berbagai jenis buah menjadi keripik. Dia menamakan produknya Crispy 22.Untuk mengolah buah-buahan segar dan basah menjadi keripik yang garing, jelas Koad tidak menggunakan alat produksi yang biasa. Pria asal Pontianak ini menggunakan penggorengan khusus yang memasak dengan temperatur tertentu. Penggorengan ini berbentuk tabung panjang dan lonjong yang tertutup. Untuk melihat hasil olahan pemasak harus mengintip dari kaca sempit di atas tabung. Penggorengan diletakkan di atas kompor, dihubungkan dengan kolam bak kecil berisi air yang mengatur temperaturnya. “Namanya vacuum frying, khusus hanya untuk menggoreng olahan yang crispy,” jelas Koad.


Selain nenas, nangka dan salak, Koad juga berinovasi untuk menguji buah-buahan lain, seperti belimbing, semangka, apel bahkan cabai. “Cabai ternyata enak juga dijadikan keripik, pedasnya tidak hilang dan rasanya garing,” jelas bapak tiga orang anak ini.


Di dalam vacuum frying, buah dimasak dengan minyak goreng biasa. Hasil gorengan tidak banyak mengurangi bentuk buah potongan. Hanya saja potongan buah yang besar, menyusut karena kandungan airnya menyusut.


Dalam sehari, Koad bias menghasilkan sekitar 5 kilogram keripik, masing-masing nangka, nenas, dan salak. Jenis ini kadang ia tambahkan dengan jenis buah lain yang sudah pernah ia coba. “Saat ini saya masih mengamati bagaimana tanggapan masyarakat, olahan buah ini kan masih tergolong jarang di tengah masyarakat, kalau nanti sudah banyak pesanan, mungkin akan saya tambah dengan jenis yang lain,” papar Koad yang baru memulai usaha ini empat bulan lalu.


Koad juga mengemas per satu ons keripik buah dalam bungkus aluminium. Pengemasan yang apik dan menarik ini semakin membuat tampilan keripik menjadi unik. Rasa yang beda dengan kemasan unik, tentunya menjadi nilai tersendiri bagi produk tersebut.


Kowad menghargai perbungkus keripik olahannya Rp 9.000 dengan keuntungan hingga 30 persen.


Namun Koad mengakui, promosi dan pemasaran produknya ini masih dari mulut ke mulut. Agen atau konsumen yang sudah tahu datang langsung ke alamatnya di Jalan Beringin No. 25 Kompleks Wartawan Medan. Karena itu, tidak setiap hari Koad bekerja, terkadang ia menunggu hingga stok habis dan pesanan datang.


“Tidak tentu juga kapan saya memasak, tapi yang jelas dalam sebulan saya bisa menghabiskan modal Rp2 juta hanya untuk membeli buah-buahan,” paparnya.


Dia mengungkapkan, untuk buah, dipilihnya sesuai kualitas dan spesifikasi. Seperti nenas yang digunakan adalah nenas Labuhan Bilik. Atau salak yang ia dapatkan dari petani di kawasan pinggir Sungai Deli Medan.


Koad mempunyai harapan, suatu saat produk olahannya ini menjadi oleh-oleh khas Medan. “Selama ini oleh-oleh khas Medan, kalau tidak bika ambon ya bolu. Apa salahnya, orang punya pilihan lain seperti keripik buah ini,” ucapnya.


Namun untuk mewujudkan harapannya tersebut, Koad mengaku butuh dana yang lebih besar untuk modal usahanya guna membeli minimal satu lagi perangkat vacuum frying. Untuk alat ini saja harganya mencapai Rp37 juta, ditambah alat-alat lain seperti alat press dan lainnya dengan harga bervariasi.


“Karena itu, saya berterimakasih kepada teman-teman dari UKM Center Sumut yang telah memberi perhatian pada usaha saya ini. Mudah-mudahan mereka bisa ikut memperjuangkan saya mendapat tambahan modal,” katanya.


Setidaknya, dia berharap, suatu saat usaha ini bisa menjadi lapangan kerja bagi masyarakat sekitar, khususnya bagi anak-anak muda. Karena jika usaha ini berjalan dengan kapasitas produksi yang lebih besar, akan banyak pekerjaan yang dilakukan seperti mengupas buah, mencuci, menggoreng hingga mengemas. (**)

KUALITAS MEMBUAT UKM SEPATU PINKO BERTAHAN

APA yang menjadi kendala produk usaha kecil dan menengah (UKM) sehingga tak mampu bertahan dalam persaingan usaha? Permodalan, persaingan produk, itu yang sering dikeluhkan para UKM, termasuk mereka yang memproduksi sepatu dan sandal.
Ambil contoh, industri kerajinan sepatu dan sandal di kawasan Pusat Industri Kecil (PIK) Menteng atau perajin di kawasan Sukaramai Medan. Geliat usaha mereka kini semakin berkurang seiring melemahnya permodalan serta beratnya persaingan dengan produsen dari Pulau Jawa.

Tapi kendala tersebut dimentahkan Nurdalmi, usahawan sepatu yang juga mulai aktif melakukan pelatihan bagi remaja di bidang pembuatan sepatu, dalam naungan UKM Center Sumut.

Dia mengatakan, usaha sepatu yang telah dirintisnya sejak tahun 1990, bisa bertahan walau belumlah menjadi suatu usaha yang berkembang pesat. Kuncinya, dia mengatakan, kualitas.

“Kalau saya melihat, kendala usaha pembuatan sepatu ini bukan pendanaan, tapi mutu atau kualitas. Kalau kualitas bagus, modal akan datang sendiri,” ujarnya.

Itu telah dibuktikannya, minimal dengan tetap mampu mempertahankan produk sepatunya yang bermerek Pinko untuk tetap laku di pasaran. “Ini karena saya tidak mau menurunkan kualitas. Kebanyakan produsen akan menurunkan kualitas begitu mereka kesulitan modal. Tapi saya tidak berani melakukan itu,” ucapnya lagi.

Karena itu, produk sepatunya yang dipasarkan dengan sistem door to door atau titip ke koperasi-koperasi perusahaan seperti Bank Indonesia, Bank Mandiri atau Dekranas, tetap diminati konsumen. “Karena banyak konsumen tahu mana yang berkualitas, walau harganya pasti sedikit lebih tinggi,” ucap pria yang juga menjabat Sekretaris UKM Center Sumut ini.

Dia mengatakan, pemesan sepatunya datang sendiri ke rumah sekaligus workshop-nya di Jalan Brigjen Zein Hamid Gg Manggis No. 10 atau ke pameran-pameran yang sering diikutinya. Dalmi tidak memasarkannya melalui distributor karena keuntungannya yang sangat kecil hanya sekitar 5 persen, sementara dengan sistem door to door ini dia bisa mendapatkan 40 sampai 50 persen.

Sejumlah instansi dan perusahaan kini menjadi pelanggannya. Seperti penjahit Chaidir yang mempercayakan sepatu karyawannya ke produk buatan Dalmi, pegawai-pegawai Disperindag bahkan pejabat seperti Kasim Siyo juga menggunakan sepatu buatannya.

Dalmi membuka sedikit rahasia tentang produk sepatu yang banyak dipasarkan. Kalau soal kulit, dia menyatakan Indonesia mempunyai produk nomor satu dengan pabrik di Sidoarjo Jawa Timur. Tapi tapaknya yang banyak disesuaikan karena harganya relatif tinggi dan itu merupakan barang impor. Kualitas tapak itulah yang sering ‘diutak-atik’ produsen, untuk menyesuaikan ongkos produksinya.

“Lalu soal tapak yang lekang, itu bukan karena kualitas lem. Lem yang digunakan semua sama, tapi itu tergantung kualitas kerja,” ungkapnya.

Karena tetap mempertahankan mutu bahan serta kualitas kerja, Dalmi berani menjamin sepatu produksinya tidak gampang lekang.Itu bukan sekadar jaminan kosong, namun konsumennya yang sudah mengenal tetap setia menggunakan produknya walau dengan harga relatif lebih mahal. Dia menetapkan harga bervariasi tergantung model dan kualitas bahan, dari seratusan ribu hingga ada yang berharga Rp 450 ribu sepasang. “Kalau tempahan khusus, bahkan bisa mencapai harga satu juta rupiah,” ungkapnya.

Soal produksi, Dalmi mempekerjakan empat orang tenaga terampil dengan produksi rata-rata delapan pasang per hari, tergantung kebutuhan pasar atau pesanan.

Kini, Dalmi berkeinginan ilmunya tersebut bisa diserap generasi muda yang mempunyai minat menjadi usahawan pembuat sepatu. Karena itu, melalui wadah UKM Center dia telah membuat pelatihan, diharapkan setelah itu mereka ikut magang ke produsen sepatu dan setelah mahir bisa mandiri.

“Secara SDM, sebenarnya kita sangat bagus. Tapi sayangnya kita kalah di teknologi. Saya harap pemerintah melalui instansi terkait bisa memperhatikan hal ini, agar produsen sepatu kita terbantu dari segi permodalan dan teknologi,” pungkasnya. (**)

Sabtu, September 05, 2009

UKM CENTER FASILITASI SERTIFIKASI TANAH USAHAWAN KECIL DAN MENENGAH

MINAT pengembangan usaha para usahawan kecil dan menengah, sering terkendala permodalan. Peluang mendapatkan bantuan modal dari perbankan atau lembaga permodalan lainnya, kadang juga terbentur persyaratan agunan, semisal tanah yang harus memiliki sertifikasi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).Ini dikarenakan, jika pun pengusaha tersebut mampu mengajukan agunan, namun sering tak memenuhi syarat yakni sertifikat dari BPN tersebut.Dilatarbelakangi kondisi tersebut, UKM Center Sumatera Utara menggagas suatu program sertifikasi tanah milik usahawan kecil dan menengah (UKM) tersebut, agar suatu saat jika dibutuhkan untuk menjadi agunan guna mendapat tambahan modal usaha, dapat digunakan.Ketua UKM Center Sumut, Ir Deni Faisal Mirza, mengatakan program ini merupakan kerjasama Dinas Koperasi dan UKM Medan dengan BPN Medan. Sementara UKM Center Sumut ditunjuk sebagai fasilitator.“Peran kami di sini untuk mencari UKM yang ingin mensertifikasi tanahnya,” kata Deni, baru-baru ini.Deni menjelaskan, program ini merupakan hasil rekomendasi seminar sentra kewirausahaan pemuda yang diselenggarakan Maret 2009 lalu oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga RI yang diajukan ke Departemen Koperasi dan UKM RI. “Melalui tahapan tersebut, akhirnya program ini ditindaklanjuti BPN. Akhirnya keluarlah program sertifikasi ini,” ujar Deni.Sebagai fasilitator, UKM Center Sumut diberi kesempatan untuk mengumpulkan 300 persil tanah milik pelaku UKM di Medan. Syaratnya, untuk tanah pertanian maksimal seluas 2 hektar.“Tetap ada biaya yang dikeluarkan, tapi dengan harga yang sangat murah, tergantung PBB, dan tentunya di bawah tarif yang biasa untuk umum. Sekarang sudah ada 20 persil yang telah didaftarkan. Jadi masih ada kesempatan untuk 280 persil lagi. Tentunya kami selektif, benar-benar memperuntukkan kesempatan ini bagi kalangan UKM,” paparnya.Untuk itu, dia menghimbau para UKM yang berminat untuk mendaftarkan diri ikut program ini. Mereka dapat menghubungi sekretariat UKM Center Sumut di Jalan Al Falah Medan.Deni kembali mengatakan, dengan berjalannya program ini, berarti semakin intens upaya yang dilakukan UKM Center Sumut untuk menjembatani para pelaku UKM dengan unsur pendukung usaha tersebut. Sebelumnya mereka telah menjembatani hubungan pengusaha dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) dalam hal izin usaha. Lalu untuk permodalan, mereka juga sudah menjalin hubungan ke pihak perbankan dan BUMN atau BUMD.“Harapan kami, program yang kami jalankan ini bisa membantu para UKM terutama yang datang dari kalangan usia muda, untuk mengembangkan usahanya agar bisa lebih maju dan menjamin penghidupan di masa mendatang,” ucap Deni. (**)

MENGEMBANGKAN SENTRA BATIK DAN TELEKUNG DI TEMBUNG

DUA dari sejumlah usaha binaan UKM Center Sumut adalah pembuatan batik dan telekung. Secara kebetulan, dua jenis usaha ini berada di satu kawasan yakni Kecamatan Medan Tembung, tepatnya di Jalan Bersama sehingga ke depan diproyeksikan sebagai sentra bersama perajin batik dan telekung.

Sentra pembuatan batik di Jalan Bersama Gg Musyawarah telah melatih 20 orang dengan instruktur Dra Nur Cahaya. Pelatihan sejak Februari 2009, mampu menjadikan sebagian dari mereka sebagai perajin yang telah mengikuti workshop serta pameran.

“Mereka ini sudah cukup terampil, tinggal memantapkan tehnik pewarnaan yang rencananya akan mendatangkan instruktur dari Jawa,” kata Nur Cahaya.

Dua jenis batik yang dikembangkan adalah batik tulis dengan motof khas Jawa serta batik cap atau cetak dengan motif Gorga atau khas Batak. Produksi batik dari sentra ini sudah dipamerkan pada arena pameran teknologi di Langkat, baru-baru ini. “Ya, lumayanlah, untuk memperkenalkan produk baru kami ke masyarakat. Setidaknya beberapa lembar hasil produksi kami telah laku dipasarkan, walau dengan harga minimal. Hitung-hitung untuk promosi,” kata Asih, salah seorang perajin.

Harga yang ditetapkan untuk satu lembar batik tulis memang masih relatif sangat murah, antara Rp 50 ribu hingga Rp 75 ribu. Padahal yang ideal harganya sekitar Rp 100 ribu. Demikian juga dengan batik khas Batak, masih dijual seharga Rp 55 ribu hingga Rp 60 ribu.

Khusus untuk batik khas Batak ini, mereka sudah mendapat respons pasar berupa pesanan dari instansi pemerintahan untuk bahan pakaian seragam. Al Washliyah juga memanfaatkan produk mereka untuk digunakan sebagai bahan pakaian seragam organisasi tersebut.

“Namun kami masih terkendala modal serta peralatan, untuk memproduksi dalam jumlah lebih besar,” ungkap Nur Cahaya.

Sementara itu Mardiana Situmorang yang membina sejumlah wanita untuk mengikuti pelatihan pembuatan telekung di Jalan Bersama No. 98, juga mengungkapkan problematika yang sama. “Inginnya sih, memasarkan produk yang telah kami buat. Tapi modal tak cukup, sehingga terpaksa produksi kami tolak ke pedagang,” ujarnya.

Selain itu, dia mengaku harga kain untuk pembuatan telekung itu cukup mahal, yang menjadi kendala lain mereka memproduksi dalam jumlah lebih banyak.Di lokasi kursus milik Mardiana, bekerjasama dengan UKM Center Sumut sejak dua bulan lalu telah melatih 10 peserta dan Juli 2009 ini masuk gelombang kedua 10 orang lagi. “Kalau bisa, selepas latihan di sini kami bisa menekuni usaha sendiri, untuk membantu ekonomi keluarga,” ujar Nur Asiah, salah seorang peserta kursus.

Ketua UKM Center Sumut, Ir Deni Faisal Mirza didampingi Ketua UKM Center Medan Tembung, M Taufik, mengatakan untuk kedua jenis usaha ini mereka akan terus membantu hingga akhirnya nanti para perajin mendapatkan pasar bagi hasil produksinya. “Yang jelas, kami membantu mereka termasuk permodalan untuk pengembangan usahanya,” ujar Deni.

Diakuinya, setelah menjalani kursus para perajin yang memulai dari nol ini tidak bisa langsung terjun ke persaingan usaha. Seperti yang diterapkan untuk peserta pelatihan pembuatan telekung, setelah selesai mereka akan dimagangkan ke pengusaha yang telah berhasil, setelah benar-benar mahir baru mereka dilepas untuk berusaha sendiri.

“Diharapkan mereka jadi pelaku usaha industri rumahtangga. Tentunya dengan bantuan permodalan, agar mereka bisa memproduksi sendiri dan menggandengkannya dengan pengusaha yang sudah punya pasar. Untuk diketahui, pasar telekung saat ini cukup besar hingga ke Malaysia,” papar Deni. (**)

UKM Center Sumut : MODEL PEMBINAAN PEMUDA MENJADI WIRAUSAHAWAN MANDIRI

SEJAK didirikan tahun 2005 dan kemudian diresmikan oleh Deputi Menpora Bidang Kewirausahaan Pemuda Drs H Sudrajat Rasyid MM awal 2006, UKM Center Sumatera Utara telah menjelma menjadi model pembinaan pemuda menjadi wirausahawan mandiri. Hasilnya pun, sejumlah usahawan kecil dan menengah (UKM) binaannya telah berhasil mengembangkan usaha sekaligus mengangkat derajat secara ekonomi.

“Setelah deklarasi UKM Center Sumut pada 6 Januari 2006 oleh Bapak Deputi Menpora Bidang Kewirausahaan Pemuda, di provinsi lain pun mulai didirikan lembaga yang sama dengan mengambil peran yang sama pula. UKM Center Sumut menjadi model pembinaan bagi Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga,” kata Ketua UKM Center Sumut, Ir Deni Faisal Mirza, baru-baru ini.


Deni mengaku bangga, sekaligus gembira bahwa apa yang mereka rintis sejak awal, kini mulai menapak naik dan menunjukkan hasil dari pembinaan, pelatihan serta pendampingan yang mereka lakukan kepada pelaku UKM khususnya dari kalangan usahawan muda.Dipaparkan, UKM Center kini membina sejumlah usahawan yang bergerak di bidang pembuatan makanan, sepatu, sandal, tas, telekung (mukena), batik dan lain-lain.


Mereka ini, yang mendapatkan pembinaan sekaligus pelatihan yang difasilitasi Kemenegpora. Staf Kemenegpora secara berkala berkunjung langsung ke pelaku-pelaku usaha yang dibina UKM Center Sumut. Hasilnya, seperti dipaparkan di awal tadi, selain mengangkat nama produk untuk lebih dikenal di pasar, sejumlah lomba inovasi bisnis pun telah mampu mengangkat nama sang usahawan sekaligus hasil usahanya diakui menjadi produk unggulan yang pantas menyandang predikat juara.


Seperti di tahun 2007, usahawan muda Roma Girsang yang merupakan binaan UKM Center Sumut menjuarai lomba inovasi bisnis tingkat nasional dengan produk unggulannya kerajinan tangan dari kulit binatang. Lalu di 2008, lembaga UKM Cenohter Sumut masuk nominasi 10 besar terbaik sentra kewirausahaan pemuda (SKP) sehingga berhak menerima bantuan dana block grand sebesar Rp 50 juta dari Kemenegpora.


“Dana sebesar itu tidak untuk dinikmati sendiri oleh pengurus, tapi dikucurkan untuk membina wirausahawan muda untuk membentuk sentra-sentra usaha. Bentuk kegiatannya meliputi pelatihan, manajemen pengelolaan, serta pengadaan sarana dan prasarana yang terus berlangsung hingga sekarang,” kata Deni.


Dia memberi contoh, sentra industri sepatu di Jalan Brigjen Zein Hamid Delitua serta Jalan Pancasila Medan Denai, kemudian sentra pelatihan pembuatan batik tulis dan batik cap motif khas Batak di Jalan Bersama Gg Musyawarah Medan Tembung. “Di sentra pelatihan pembuatan batik ini, sudah dua kelompok yang menjalani latihan dengan jumlah tiap kelompok sepuluh orang. Hal yang sama untuk sentra pelatihan pembuatan telekung yang sudah memasuki gelombang kedua dengan jumlah peserta masing-masing sepuluh orang juga,” ungkap Deni.


Sentra pelatihan pembuatan telekung di Jalan Bersama No. 98 Medan Tembung, diikuti wanita khususnya remaja tamatan SMA. Dua sentra pelatihan yang berdekatan ini, nantinya diharapkan menjadi perpaduan yang menghasilkan batik serta telekung berkualitas untuk meraih pangsa pasar di sektor garmen.


Satu lagi, sentra pembuatan makanan, yakni jenis makanan sumpia di Jalan Pahlawan Gg Perwira. “Di sini, justru sudah berkembang sangat pesat karena di lingjkungan itu sudah benar-benar menjadi sentra perajin sumpia. Ini luar biasa, dan kita berharap sektor usaha yang sudah berjalan ini bisa terus dikembangkan,” kata Deni.


Ke depan, UKM Center Sumut memproyeksikan pegembangan sentra-sentra perajin untuk produk lain. Mereka akan melatih 50 pemuda putus sekolah berusia 15 sampai 30 tahun membuat makanan olahan aneka rempeyek. “Untuk makanan rempeyek ini, produksinya sudah berlangsung dengan tiga jenis bahan yakni kacang tanah, kacang hijau serta ikan teri asin. Namun kami mengajukan proposal lifeskill untuk mendapatkan dana bantuan Kemenegpora kerjasama dengan Depdiknas. Dari Jakarta sudah memverifikasi langsung, termasuk lokasi pelatihan di dua tempat yakni Jalan Sei Serayu dan UKM Center.


Karena itu pula, UKM Center Sumut tengah mengembangkan showroom sekaligus kantor di Jalan Al Falah Medan yang diharapkan bisa menjadi lokasi pameran serta promosi untuk membantu pemasaran produk-produk usaha binaan tersebut. Harapan lainnya, bukan cuma sentra yang terbentuk, tapi incubasi bisnis sentra kewirausahaan pemuda. “Sifatnya berupa pendidikan dan pelatihan kepada pemilik usaha kecil untuk lebih mengembangkan usahanya,” sambung Deni.


Dan sejumlah kerjasama juga telah dilakukan dengan perusahaan BUMN yang memiliki dana CSR PKBL seperti PTPN 3, PTPN 4, Pertamina serta Asuransi Export Indonesia. Khusus PTPN 4, telah mengucurkan dana antara Rp 10 juta hingga Rp 35 juta bagi 20 pengusaha yang bergerak di bidang pembuatan makanan, sepatu, bantal, telekung, sembako, peternakan lele dumbo hingga pengusaha barang bekas (botot).


“Syaratnya, usaha-usaha tersebut tentu jelas fisiknya serta tengah berjalan. Kami juga membantu pembuatan proposal bagi usahawan yang ingin mendapatkan dana bantuan tersebut,” sambung Deni seraya mengatakan pihaknya juga menjalin kerjasama dengan institusi terkait lainnya seperti Disperindag, Dinas Koperasi dan UKM, lembaga pendidikan USU serta BPN. Yang terakhir ini, kerjasama yang dilakukan berupa sertifikasi tanah milik pelaku UKM, kemudian yang ingin mendapatkan modal bisa mereka bantu untuk mnghubungkannya dengan Bank Sumut dengan membawa sertifikat tanah tadi sebagai jaminan. (**)

Kamis, Juni 25, 2009

HUTAGINJANG MENATAP EVENT BERKELAS INTERNASIONAL

BERAWAL dari tahun 2002 lalu, sejarah pembinaan olahraga gantolle atau handgliding di Sumatera Utara berlanjut hingga saat ini sebuah event besar Piala Bupati Tapanuli Utara terus berlanjut hingga penyelenggaraan ketiga kali yang baru berlangsung 13-18 Juni 2009 lalu.
Kala itu, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara masih dipimpin Gubernur HT Rizal Nurdin (almarhum) memiliki keinginan mengembangkan olahraga dirgantara khususnya gantolle. Lalu didatangkannya atlet gantolle asal Jawa Barat, guna membela Sumut di cabang olahraga ini guna bertanding di Pekan Olahraga Nasional (PON).
Dari sinilah, keinginan kuat untuk semakin mengembangkan olahraga ini timbul, seiring komitmen Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Sumatera Utara menjadikan gantolle sebagai cabang olahraga yang berprestasi di tingkat nasional.
“Pada tahun 2002 lalu, saat itu saya masih menjabat sebagai Kasi Olahraga Masyarakat pada Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Sumatera Utara. Datang ke saya, dua teman yang juga punya keinginan kuat untuk mengembangkan olahraga gantolle di daerah ini, meminta dukungan fasilitas atau sarana,” kata Kasubdis Sarana dan Prasarana Disporasu, Drs Sujamrat Amro MM.
Kedua orang itu, Mayor Kes. Gagarin Aritonang dan Mirza S Batubara. Nama yang terakhir ini adalah atlet gantolle asal Jawa Barat yang dipanggil untuk membela Sumut, yang notabene merupakan putra daerah ini.
“Pertama mereka meminta pesawat gantolle, dan Dispora menyediakannya dua buah. Lalu melakukan survey dan latihan kemana-mana, ternyata di Hutaginjang inilah tempat yang cocok untuk lakukan penerbangan hingga akhirnya terwujud event Piala Bupati Tapanuli Utara sejak tahun 2007,” kata Sujamrat.
Sekelumit kisah yang dipaparkan Sujamrat pada penutupan Kejuaraan Gantolle Piala Bupati Tapanuli Utara III 2009 lalu, didasari kekagumannya pada perkembangan pembinaan olahraga gantolle terutama ketersediaan sarana dan prasarana yang ada di kawasan Hutaginjang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara. “Inilah yang terbaik di Sumut bahkan Indonesia. Ini berdasarkan pengakuan dari para atlet gantolle nasional yang pernah terbang di sini, karena selain lapangannya yang luas juga pemandangan alamnya yang indah dan lengkap mulai dari perbukitan, persawahan, danau serta lainnya,” ujar pria yang juga Wakil Ketua Gantolle Medan Club ini.
Apalagi dengan antusiasme Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara untuk menata lokasi take-off dan landing gantolle di Kecamatan Muara ini, sehingga Pemprovsu melalui Disporasu melobi ke kementerian Pemuda dan Olahraga untuk membantu pendanaannya. “Dan sebagaimana yang dikatakan Bupati pada pembukaan kejuaraan lalu, bahwa pemerintah pusat telah menyetujui bantuan sebesar Rp 1 miliar untuk pembangunan sarana ini, itu harus kita syukuri dan manfaatkan sebaik-baiknya,” ujar Sujamrat yang juga Ketua Umum Federasi Olahraga Masyarakat (FOMI) Sumatera Utara.
Bupati Tapanuli Utara Torang Lumbantobing mengatakan, dengan adanya pembangunan sarana olahraga gantolle ini, diharapkan Tapanuli Utara khususnya Kecamatan Muara menjadi daerah tujuan wisata sehingga efeknya bisa meningkatkan perekonomian masyarakat.Karena nantinya, di kawasan Hutaginjang yang mengarah langsung ke Danau Toba dan Pulau Samosir, dengan luas mencapai satu hektar lebih akan dijadikan lokasi take-off representatif dengan sarana-sarana pendukung lainnya. Demikian juga lokasi landing di Desa Sitanggor serta Desa Aritonang, akan dibuat sedemikian rupa sehingga juga berfungsi sebagai lokasi wisata dan olahraga.
“Semua bisa terwujud juka segenap masyarakat bahu membahu mendukung rencana ini,” kata Bupati.Dan nyatanya memang, antusiasme masyarakat dibuktikan dengan kemauan mereka menyerahkan tanah adat atau tanah desa yang ada di dua lokasi tersebut, Sitanggor dan Aritonang, untuk dikembangkan menjadi sarana wisata olahraga. Ini ditandai dengan penyerahan sertifikat tanah dari para tokoh desa/tokoh adat kepada Wakil Bupati Bangkit P Silaban saat penutupan Kejuaraan Gantolle Piala Bupati Tapanuli Utara III.
Luar Biasa
Tanggapan dari para atlet maupun pembina cabang olahraga gantolle terhadap lokasi terbang di Muara ini pun, nyatanya sangat positif. “Lapangan di Hutaginjang ini yang terbesar di Indonesia. Sangat luar biasa karena bisa menampung 70 hingga 80 pesawat,” kata Ketua PB Gantolle Ersi Nuzul Firman.
“Wah, ini mah luar biasa. Kalau alamnya seperti ini, rasanya kita bisa terbang di manapun. Asal anginnya cocok, kita bisa terbang ke manapun, cross country menyusuri bukit atau ke arah danau lalu balik lagi. Saya juga sangat kagum dengan pemandangan alamnya. Pokoknya luar biasa lah,” sambung Kang Robi, penerbang asal Jawa Barat yang selama kejuaraan diperhatikan paling asyik memandangi panorama dari atas bukit ke daratan serta danau nan luas di bawahnya.
Demikian juga dikatakan Aji, penerbang dari Banten. “Memang saat ini masih agak sulit landing di Sitanggor atau Aritonang karena tanahnya yang belum rata. Tapi kalau nanti benar-benar jadi dibenahi, ini akan jadi tempat yang sangat asyik untuk terbang. Apalagi kalau bulannya pas, dimana angin benar-benar mendukung penerbangan. Jadi kita tinggal pilih, mau landing di Sitanggor yang tepat di bawah take-off atau menyeberang bukit menuju Aritonang,” papar atlet yang sudah cukup punya pengalaman terbang di Hutaginjang serta Samosir.
Kembali ke Sujamrat Amro, dia mengatakan, dengan apa yang ada saat ini serta proyeksi pembangunannya ke depan, pihaknya punya keinginan kuat untuk menggelar event gantolle bertaraf internasional, mendatangkan penerbang-penerbang asal Australia, Selandia Baru serta negara-negara lainnya. “Melalui event Lake Toba Eco Tourism Sport yang rutin digelar tiap tahun, harapan kami event internasional tersebut bisa diwujudkan. Tentunya dengan dukungan pemerintah daerah, DPRD, tokoh adat, tokoh masyarakat serta seluruh elemen yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara ini,” pungkas Sujamrat. (**)

Selasa, Juni 16, 2009

HUTAGINJANG, LOKASI ORDIRGA YANG LUAR BIASA


KETUA PB Gantolle, Ersi Nuzul Firman, menyampaikan sanjungan atas lokasi olahraga dirgantara (ordirga) yang ada di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara, berupa lapangan yang luar biasa dan luas untuk olahraga ini.
“Saya sungguh salut dan takjub, karena ini yang terbesar di Indonesia. Kami melihat, setidaknya 70 sampai 80 pesawat gantolle bisa muat di lapangan Hutaginjang ini, sehingga lokasi ini patut dikembangkan menjadi tempat digelarnya event bertaraf nasional bahkan internasional,” katanya.
Hal itu disampaikannya saat pembukaan Kejuaraan Gantolle Piala Bupati Taput III/2009 yang mengambil lokasi take-off di Hutaginjang dan landing di Sitanggor dan Aritonang, 14-18 Juni 2009.
Soal rencana pengembangan wisata olahraga di Hutaginjang yang masuk kawasan Kecamatan Muara ini, dibenarkan Bupati Tapanuli Utara Torang Lumbantobing. Bahkan dia mengatakan, Pemkab Tapanuli Utara mendapat bantuan sebesar Rp 1 miliar dari pemerintah pusat untuk mengembangkan lapangan gantolle di Hutaginjang dan Sitanggor.
“Semua bisa kita wujudkan jika segenap masyarakat Taput khususnya Kecamatan Muara mendukung kegiatan ini serta yang akan dilakukan di masa mendatang,” kata Toluto, panggilan akrab bupati ini.
Dan memang, sambutan antusias dan luar biasa masyarakat Tapanuli Utara khususnya Kecamatan Muara mengiringi gelaran kejuaraan gantolle tersebut. Event dalam rangkaian Festival Internasional Pemuda dan Olahraga Bahari (FIPOB) IV/2009 dibuka Ketua Fasidasu diwakili Kolonel Pnb. Amrizal Mansyur.
Ketua Panitia Mayor Kes. Gagarin Aritonang mengatakan, gelaran ketiga event gantolle Piala Bupati Taput ini membuktikan eksistensi mereka melakukan pembinaan serta upaya mengambangkan gantolle di kalangan masyarakat.
“Kami berterimakasih kepada Bapak Bupati Taput yang terus memberikan dukungan hingga suksesnya event ini,” kata Gagarin. (**)

GANTOLLE IN ACTION

Kejuaraan Gantolle Piala Bupati Tapanuli Utara III/2009 di Hutaginjang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara, 14-18 Juni 2009.
































































BEAUTIFUL HUTAGINJANG

INDAHNYA PEMANDANGAN ALAM KECAMATAN MUARA KABUPATEN TAPANULI UTARA SUMATERA UTARA, YANG BERADA DI PINGGIRAN DANAU TOBA, DITATAP DARI KETINGGIAN HUTAGINJANG.










Jumat, Juni 12, 2009

Lukman ‘Meeng’ Nurhakim : BESAR DI ALAM, MENGAKTUALISASIKAN DIRI UNTUK ALAM

ALAM membentuk dirinya menjadi petualang sejati. Dan lewat alam pula, dia mengaktualisasikan dirinya dalam kegiatan-kegiatan serta usaha yang perlahan-lahan mulai membesarkan namanya.
Lahir di pinggiran Sungai Alas, Aceh Tenggara, 34 tahun lalu, Lukman Nurhakim ST sejak usia muda sudah tertempa menjadi olahragawan yang beraksi di arus deras, arung jeram.
Saat itu, sudah aktif tim-tim atau petualang luar negeri yang mengembangkan arung jeram di kawasan Sungai Alas yang terkenal dengan arusnya yang menantang bagi para petualang. Dari ketertarikannya itu, Meeng – demikian nama bekennya di kalangan olahragawan arung jeram – mulai belajar dan akhirnya serius menggeluti olahraga menantang dan berbahaya ini.
Tahun 1998, awal keseriusannya turun di event arung jeram dengan ikut tim kampusnya, Institut Tekhnologi Medan (ITM), turun di Kejuaraan Daerah Sumatera Utara.
Berikutnya, deretan event dia ikuti, mulai skala lokal hingga skala nasional dan internasional seperti di Sungai Asahan tahun 2000, juga hingga ke mancanegara seperti ke Jepang (2001) dan Malaysia (2004, 2005).
Keseriusannya itu juga ditunjang pendidikan khusus arung jeram yang diikutinya tahun 1999 di Sekolah Arus Deras, Citate, Sukabumi. Juga pendidikan ilmu olahraga ekstrem dan penyelamatan (first aid), di Australia.
Karirnya di olahraga ekstrem ini terus berkembang, selain sebagai atlet Meeng juga terjun sebagai koordinator lomba untuk sejumlah event nasional yang diadakan di Sungai Alas dan Sungai Asahan, termasuk event lomba arung jeram dalam rangka Festival Internasional Pemuda Olahraga Bahari (FIPOB) IV/2009 di Sungai Asahan.
Kini, Meeng pun melebarkan sayapnya dengan membangun dunia usaha lewat CV Bumi Outdoors. Dari namanya, kita bisa tahu bahwa perusahaan ini ruang lingkupnya juga tak jauh-jauh dari alam. Bumi Outsoors adalah lembaga atau usaha yang bergerak di bidang pengembangan diri, wisata, olahraga, yang sifatnya petualangan (adventure) di alam terbuka (outdoor).
Program-programnya yakni rafting (arung jeram), outbound training, family games, tourism planner area serta event organizer. Juga trekking, climbing, ekspedisi, serta supplier sarana dan peralatan olahraga ekstrem.
“Semua itu merupakan aktualisasi dari pendidikan serta pengalaman yang telah saya lakukan selama sekian tahun di kegiatan-kegiatan yang sifatnya berada di alam terbuka,” ujar Lukman, mengawali perbincangannya dengan Gelora, baru-baru ini.
Baginya, apa yang dia lihat, lakukan, sebuah bentuk pelajaran. Karena ke depan tentu ada target yang lebih besar untuk dicapai seiring makin berkembangnya cita-cita dan harapan untuk lebih maju.
Termasuk keinginannya untuk memimpin induk organisasi olahraga arung jeram Sumut. Pria yang pernah menjadi pengurus Federasi Olahraga Arung Jeram (FAJI) Aceh ini, punya visi misi untuk memajukan organisasi FAJI Sumut. “Mudah-mudahan pada Musda mendatang, kepercayaan itu bisa saya raih,” ujar Meeng yang punya basic pendidikan sebagai sarjana planologi, yang menurutnya bisa diejawantahkan dalam kapasitasnya sebagai pengurus FAJI.
Bumi Outdoors
Menyinggung soal Bumi Outdoors, menurutnya lembaga itu didirikannya bersama sejumlah teman diantaranya Drs Ilham Prasetyo MSi, Fino (Kempleng), Krisnawati, Ivonnie Esashallyta, dan Machenk. Ikut membidani kelahiran Bumi Otdoors juga Boot Camp Sumatera asal Australia.
“Alhamdulillah, sekarang ini empat sampai lima kali setiap tahun tamu-tamu dari Australia berarung jeram dan berwisata ke sini. Biasanya kami membawa mereka ke sejumlah lokasi arung jeram seperti Sungai Batang Langkat, Sungai Asahan, Sungai Wampu Langkat, serta Sungai Alas Aceh Tenggara,” ungkapnya.
“Selain tamu-tamu dari luar negeri, kami juga sering melayani permintaan menjadi fasilitator bagi perusahaan-perusahaan yang ingin melakukan outbound training,” sambung Meeng yang pernah menerima piagam penghargaan serta sertifikat dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, pemerintah Malaysia, serta lembaga SAR atas aktivitasnya sebagai atlet, coordinator, serta tim relawan/SAR. Sejumlah perusahaan yang pernah mengikuti outbound yang difasilitasi Bumi Outdoors adalah PT Askrindo, PT Adi Karya, PT Indosat, PMI Medan Team, Bank Indonesia, PT Roza Tour Travel.
Mereka memiliki sejumlah lokasi outbound diantaranya di Sibolangit, Berastagi, Parapat (Danau Toba), Sembahe, Bukit Lawang serta Tangkahan. Ada satu prinsip yang ditanamkannya sebagai fasilitator outbound training. “Sukses outbound yang kami adakan, juga merupakan sukses tim perusahaan atau organisasi. Itu suatu kebanggaan besar bagi kami,” katanya. (**)

SENSASI RASA BURGER RAKSASA

SUKSES selalu datang dari tangan-tangan kreatif dan inovatif. Dan kreativitas serta inovasi itu kadang lahir dari inspirasi setelah melihat hal-hal yang ada di sekeliling. Itu pula yang terjadi pada Hendra, pria muda kreatif yang sukses berkat inspirasi uniknya.
Lelaki ini sekarang sukses sebagai usahawan kuliner, berjualan burger. Tapi bukan burger biasa, tapi burger yang memiliki keunikan serta kekhasan sendiri sehingga menarik minat dan rasa ingin tahu masyarakat.
Burger Raksasa, itu nama yang Hendra berikan untuk kedai makanannya yang ada di sudut Jalan Pancing simpang menuju kampus Universitas Negeri Medan (Unimed). Sesuai namanya, Burger Raksasa memang sebuah kafe yang menjual burger dengan ciri khas berukuran raksasa!
Memang, burger kreasi Hendra berukuran lebih dari yang biasa dijual. Saking besarnya, satu biji tak akan mampu dihabiskan satu orang melainkan harus oleh dua orang.
“Itu memamg perbedaannya, dan itu sebuah strategi bisnis. Kalau ingin produk kita diminati, kita harus membuat hal yang berbeda dari biasanya. Maka itu saya terinspirasi untuk membuat burger dengan ukuran besar,” kata Hendra.
Dan benar saja, keunikan makanan yang dihidangkan Hendra itu langsung menarik minat masyarakat terutama kalangan mahasiswa dan pelajar yang memang banyak terdapat di kawasan tersebut. Baru dibuka pada awal Maret 2009 lalu, kini dia sudah memiliki sembilan orang karyawan dengan omset usaha lebih dari Rp 20 juta per bulan. Cukup lumayan untuk sebuah usaha yang terbilang baru.
Lalu, dari mana Hendra mendapatkan ide untuk membuat burger ukuran jumbo itu?
Rupanya, ia terinspirasi kreativitas mahasiswa di Bandung. kebetulan, pada 1996 dia kuliah di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung dan baru kembali ke Medan pada 2007.
“Pada dasarnya saya hanya terinspirasi oleh usaha jualan burger anak-anak Bandung yang sudah demikian meluas. Bahkan ada yang hingga memiliki ribuajn gerobak burger,” katanya.
Namun dia mengaku tidak meniru total usaha anak-anak Bandung tersebut. Namun dengan kreativitasnya, dia membuat suatu bentuk dan citarasa baru dari burger, hingga jadilah burger ukuran jumbo tadi.
Kini kafe Burger Raksasa milik Hendra jadi tempat nongkrong favorit anak sekolah atau mahasiswa. Di kafe yang buka setiap hari mulai pukul 09.00 hingga 23.00 WIB tersebut, dia menjual aneka ukuran burger serta citarasanya yang harganya terjangkau bagi pelajar dan mahasiswa. Burger biasa dia jual dengan harga Rp 5.000, burger anak raksasa Rp 8.000 dan burger raksasa seharga Rp 11.000. Tak hanya itu, Hendra juga menyuguhkan burger isi buah, aneka jus dan soft drink.
Seorang pelanggan, Dwi Febrina Sari yang siswi SMA Al-Ulum Jalan Tuasan yang dekat lokasi kafe tersebut, mengaku dia dan teman-temannya hampir tiap hari mampir ke sana demi merasakan nikmatnya burger kreasi Hendra.
“Burger di sini memang lebih gurih dari burger lain. Saya paling suka burger anak raksasa dan pisang bakar coklat. Lagipula harganya juga gak terlalu mahal,” ujar Dwi.
Menurut Hendra lagi, yang paling banyak diminati memang burger anak raksasa, karena tidak terlalu besar. “Sedangkan yang raksasa dipastikan tidak akan habis jika dimakan sendiri dan biasanya dimakan berdua,” ujar anak kedua dari empat bersaudara ini.
Ke depan, dia berharap bisa lebih mengembangkan usahanya ini. Dia akan sangat senang, jika ada pemilik modal yang mau menjalin kerja sama untuk membuka cabang baru di kawasan ring road. Karena menurutnya, kawasan seperti itu lebih bebas dan leluasa dilalui kendaraan.
Tapi yang jelas, bagi Anda yang penasaran dan ingin menikmati sensasi beda menyantap sajian Burger Raksasa, silahkan saja dating ke sana. Dijamin puas! (**)

Honda CB Bikers Club : WALAU TUA TETAP TANGGUH DI JALANAN

PENAMPILANNYA klasik, di usia tua sepedamotor ini tetap enak dikendarai dan terlihat tangguh di jalanan. Honda CB 125 atau atau Honda CB 100 K1 produksi tahun 70-an nyatanya masih banyak digemari termasuk oleh anak-anak muda yang notabene kini banyak disodori produk-produk sepedamotor mutakhir.
Atas kegemaran yang sama pula mendasari sekelompok anak muda di Deli Serdang mendirikan wadah Honda CB Bikers Club (HCBC). Sejak dirintis 30 Juni 2004 silam, klub yang bermarkas di Jalan Perintis Kemerdekaan (Ahmad Yani) Kelurahan Paluh Kemiri Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang, kini beranggotakan sekitar 50 orang.
Adalah Rakhmadin Zulfikar, yang kali pertama melihat Honda CB tersebut digunakan seorang penggalas pisang. Benaknya langsung tertarik, dan membayangkan sepedamotor tua itu dimodifikasi menjadi sebuah sepedamotor yang ‘kinclong’.
“Akhirnya saya menawar sepedamotor tukang galas tadi, dan dia setuju menjualnya Rp 1,4 juta,” ungkapnya.
Jadilah Madin, panggilan akrab anak muda ini, membawa pulang sepedamotor yang dalam kondisi tak karuan. Maklum, selain tua juga kerap dibawa menggalas pisangke kebun-kebun di pelosok Lubuk Pakam. Setelah itu dia pun membersihkan sepedamotor itu, lalu memperbaikinya, mengecat ulang serta memodifikasinya.
Butuh waktu cukup lama bagi Madin untuk menyulap kondisi Honda CB ‘buruk’ tersebut hingga tampil sebagai barang yang mentereng tapi tetap berkesan orisinil. Sekira setengah tahun dia harus putar-putar mencari sparepart hingga ke pelosok.
Punya sepedamotor tua nan keren, dia pun pede untuk kongkow-kongkow dengan beberapa teman yang juga memiliki Honda CB. Dari sering kumpul serta saling tukar menukar pengalaman dan informasi tentang motor antic terutama Honda CB, muncullah keinginan untuk mendirikan suatu organisasi atau klub pecinta Honda CB.
“Awal mulanya berempat, lalu bertambah jadi lima, enam orang, hingga saat klub didirikan anggotanya mencapai sepuluh orang,” kata Madin.
Seiring waktu, HCBC mulai berkembang hingga saat ini anggotanya mencapai 50 orang. Para biker ini dating dari berbagai kalangan dan profesi, mulai buruh pabrik, karyawan swasta, PNS, sampai profesional tergabung menjadi satu keluarga besar HCBC.
“Walaupun kelihatan tua, Honda CB ini tetap tangguh di jalanan,” ujar Madin membanggakan tunggangannya.
Selain usianya yang ‘uzur’ tampilan Honda CB ini memang terbilang sangat klasik dibandingkan dengan Honda tua lainnya. “Saat ini juga sudah banyak yang mengincar Honda CB ini, mereka mencarinya karena ingin mengenang kembali ketika masih muda dengan mengendarai motor ini dan di jalanan. Motor ini tetap tangguh dibandingkan dengan motor tua lainnya, karena saat dikendarai sangat enak baik di jalan datar atau terjal,” ungkap Sekretaris HCBC Lubuk Pakam, Faisal.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua Yuswardi S, bahwa Honda CB sangat digemari karena memiliki ciri khas yang unik dan menarik dan tak dimilikmi sepedamotor lainnya. “Ketika pertama kali membeli, orangtua langsung marah-marah karena kondisinya hancur. Tapi kini, justru banyak yang menawar ingin membeli,” katanya tersenyum.
Setelah berdirinya HCBC ini, Madin dan kawan-kawan pun punya kegiatan lain selain sekadar jalan-jalan. Klub ini didirikan juga bertujuan membina persaudaraan yang erat serta menjalin kebersamaan satu dengan yang lain. Juga untuk membentuk kepribadian yang mandiri dan saling tolong menolong terhadap teman seklub maupun orang lain yang membutuhkan pertolongan.
“Di klub kita ini kita juga mengembangkan kreativitas, baik dalam inovasi automotif maupun kreativitas seni. Pastinya anak-anak HCBC dapat diandalkan, karena dimanapun berada dan apapun aktivitasnya kami tetap bebas narkoba,” kata Madin lagi, bangga.
Dari awalnya ditanggapi miring, kini justru banyak orang tua menitipkan dan mempercayakan anak-anaknya untuk bergabung di klub ini. “Pernah suatu hari, ada seorang anak yang sering melakukan balapan liar di jalanan, saat itu orang tuanya melihat kegiatan HCBC yang tergolong positif. Akhirnya anak itu pun dititipkan kepada kami dan menjadi anggota tetap, hingga perlahan-lahan sifat ugal-ugalannya hilang,” katanya.
Salahsatu kegiatan positif yang mereka lakukan adalah menyantuni anak yatim dalam rangka HUT ke-5 HCBC. “Tanggal 20 dan 21 Juni 2009 kita melakukan touring ke Tugu Perjuangan di daerah Tiga Juhar, Kelurahan STM Hulu Desa Rumah Liang Kabupaten Deli Serdang. Di sana kita melakukan bakti sosial, karena Tugu Perjuangan tersebut merupakan tempat sejarah yang terlupakan,” ungkapnya.
Jadinya, menggemari Honda CB bukan sekadar gaya hidup, tapi nilai-nilai kebersamaan serta kerakyatan juga dikembangkan. Viva HCBC! (**)

MENGGAGAS JALUR PORT KLANG - TANJUNG TIRAM - PANTAI PERJUANGAN

BELUM banyak yang tahu, Batubara punya dermaga khusus yang menghubungkan kabupaten tersebut dengan negara tetangga, Malaysia. Kalau Kota Medan punya Pelabuhan Belawan yang terhubung dengan Pulau Pinang, pelabuhan di Batubara justru punya jalur perhubungan ke kawasan semenanjung Malaysia.
Pelabuhan Tanjung Tiram, nyatanya telah disinggahi kapal penumpang cepat Ferry Suka Express yang bolak-balik ke Port Klang sebanyak tiga kali seminggu tiap Senin, Rabu dan Jumat.
“Ke depan, mungkin bakal ada satu ferry lagi yang beroperasi, sehingga dalam seminggu bakal full jadwal penyeberangan Tanjung Tiram ke Port Klang dan sebaliknya,” kata Asisten I Bidang Pemerintahan Pemerintah Kabupaten Batubara, Sakti Sinaga SH.
Dengan waktu tempuh sekitar empat jam, berarti akan lebih efektif dibandingkan warga Batubara harus ke Medan dulu jika ingin ke Malaysia. Apalagi kalau tujuannya ke wilayah semenanjung bukannya khusus ke Pulau Pinang.
“Sayangnya, dermaga di Pelabuhan Tanjung Tiram sangat kecil, hanya mampu disandari satu kapal. Sehingga dermaga tersebut perlu ditingkatkan jika nantinya jadwal ferry lebih intens,” ujar Sakti.
Terlebih, kabupaten baru ini tengah menggagas suatu rencana besar untuk menjadikannya daerah tujuan wisata bertaraf internasional. Salahsatunya potensi Pantai Perjuangan Kecamatan Sei Suka yang tengah dikenalkan melalui event Festival Internasional Pemuda Olahraga Bahari (FIPOB) IV/2009.
Jarak Tanjung Tiram ke Pantai Perjuangan yang hanya berkisar 25 km memang potensial untuk membuka jalur wisata Port Klang – Tanjung Tiram – Pantai Perjuangan yang bias dikunjungi turis-turis asing terutama dari Malaysia.
Memang, dalam jarak lebih dekat ke Pantai Perjuangan, ada dermaga yang lebih memadai. Namun itu merupakan milik perusahaan industri yakni PT Inalu, Multi Mas dan Domba Mas.
“Harapannya juga, investor mau datang membangun fasilitas-fasilitas pendukung seperti hotel, resort, restoran, pust rekreasi dan lainnya. Sehingga potensi yang telah ada ini bisa lebih dikembangkan,” ucap Sakti.
Target Pemerintah Kabupaten Batubara sendiri, menurut Sakti, dalam lima tahun ke depan daerah ini bisa bangkit mengangkat potensi sumber daya alam dan sumber daya manusianya.
Satu lagi rencana besar mereka yakni membangun kawasan kantor pemerintahan di kawasan pesisir pantai bukannya di pinggir jalan lintas Sumatera. Lokasinya masih di Kecamatan Limapuluh, di kawasan yang dinamai Pantai Sejarah.
“Kalau ini terealisasi, mungkin jadi satu-satunya di Sumut yang kawasan pusat pemerintahannya berada di pesisir pantai. Sekaligus kita ingin membangun kawasan pesisir yang selama ini termarjinalkan, sehingga tidak ada lagi konotasi kumuh, sanitasi buruk dan penduduknya miskin,” sambung Sakti.
Ditambah potensi pertanian dan perkebunan serta industri, maka konsep agromarinepolitan yang tengah dikembangkan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara layak dikembangkan di sini.
Gambaran ringkasnya, Kabupaten Batubara punya lahan persawahan seluas 14.000 hektar yang sentranya di Kecamatan Medan Deras dan Sei Suka. Sektor pertanian juga disokong perekbunan diantaranya kelapa sawit yang juga banyak terhampar di kawasan kabupaten ini. Lalu kawasan industri di Kuala Tanjung dengan salahsatu perusahaan raksasa PT Inalum, serta sentra perikanan di garis pantai sepanjang 62 km.
Semua itu berada dalam tata ruang yang tertata dengan baik sesuai konsep agromarinepolitan tadi. (**)

Menatap Muara Nauli : KEINDAHAN NAN EKSOTIS DAN LUAR BIASA

SEBUTAN ‘Muara Nauli’ yang artinya ‘Muara yang indah’ memang tak berlebihan diberikan kepada kawasan ini. Memuji alam Muara, bakal tak ada habisnya, karena keindahannya yang penuh tantangan, godaan panorama serta hembusan angin yang menyejukkan, lengkap sebagai suatu kawasan wisata.
Muara adalah salahsatu kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara, yang berada di bagian utara kawasan Danau Toba yang terdiri dari 15 desa dengan jumlah penduduk sekitar 15.171 juta jiwa. Mayoritas penduduknya petani dan nelayan.
Mencapai kawasan Muara, kita bisa melalui jalan darat yang memberi suguhan pemandangan perbukitan menghijau, lembah curam, dan - tentu saja - panorama keindahan Danau Toba yang membiru.
Selain itu, penjelajahan menuju kawasan yang memang identik dengan Danau Toba tersebut, juga dapat dilakukan dengan cara lain yaitu menumpang kapal angkutan kecil yang hampir setiap hari berangkat dari dermaga Balige, Kabupaten Toba Samosir, dengan perjalanan memakan waktu sekitar 1,5 jam.
Sama dengan perjalanan darat, perjalanan lewat kapal ini juga menyuguhkan sajian pemandangan alam yang indah, serta sesekali akan terlihat beberapa nelayan yang sedang menyebarkan jala ikannya. Inilah yang menjadi salah satu potret kehidupan penduduk pinggiran Danau Toba.
Anda kenal dengan mangga Parapat? Sesungguhnya mangga ini banyak dipasok dari kawasan Muara yang memang menjadi potensi khas dan keberadaannya sudah berlangsung dari tahun ke tahun. Biasanya antara bulan Agustus hingga September akan terjadi panen mangga besar-besaran, sehingga mangga Muara yang terkenal manis rasanya itu kerap dijadikan oleh-oleh bagi wisatawan yang sering berkunjung ke kota wisata Parapat.
Keindahan Nan Eksotis
Tapi Muara bukan hanya Muara. Di kecamatan ini, pengunjung dapat melihat beberapa objek wisata yang menarik, di antara panorama indah Hutaginjang yang terletak sekitar 38 km dari Tarutung atau 11 km dari Bandara Silangit Borong-borong. Dari Panorama indah Hutaginjang menelusuri jalan berbelok, seraya menikmati pemandangan indah lahan persawahan, menggiring perjalanan menuju kota Muara. Di sini dapat dinikmati wisata pantai yang telah dilengkapi sejumlah fasilitas seperti rumah makan, restoran, dan hotel berbintang.
Dan, kepuasan berwisata semakin lengkap jika mengunjungi Pulau Sibandang. Pulau yang berada di tengah Danau Toba ini merupakan bagian Kecamatan Muara dan merupakan pulau terbesar kedua di Danau Toba dengan luas sekitar 1.194 hektar dan dihuni sekitar 2.551 jiwa. Di Pulau Sibandang inilah, banyak dijumpai pohon mangga tadi, sehingga pulau ini sering pula dijuluki ‘Pulau Mangga’.
Dua objek wisata inilah yang sangat potensial untuk dikembangkan. Lokasi Pulau Sibandang merupakan salah satu kawasan strategis dan memiliki prospek menjadi resor wisata air. Di sekitar lokasi perairan merupakan lokasi strategis untuk berbagai aktivitas olahraga air seperti parasailing, ski air, jet ski, kano, sampan tradisional, renang dan lain-lain.
Hutaginjang dan Pulau Sibandang, lokasinya juga strategis untuk wisata terbang layang (gantole). Bahkan kereta gantung untuk wisata dari puncak panorama Hutaginjang menuju pulau Sibandang untuk menikmati panorama indah Danau Toba, Pulau Samosir dan Pulau Sibandang, sangat layak dibangun
Khusus untuk kawasan Hutaginjang, sejak 2007 lalu telah digunakan sebagai lokasi take-off kejuaraan gantole dalam rangka Lake Toba Eco Tourism III. Itu berlanjut di tahun 2008 dan tahun ini juga menjadi lokasi kejuaraan Piala Bupati Taput Torang Lumbantobing dalam rangkaian Festival Internasional Pemuda Olahraga Bahari (FIPOB) IV 2009.
Kang Dadang, atlet gantole senior asal Jawa Barat yang ikut berlomba di dua tahun lalu, memuji habis-habisan panorama Hutaginjang yang menurutnya sangat pantas untuk dijadikan lokasi terbang gantole, bahkan kejuaraan bertaraf internasional sekalipun.
“Luar biasa, pemandangannya teramat eksotis. Lengkap paduan pegunungan, dataran rendah yang luas serta perairan danau. Teramat puas terbang di sini, apalagi sambutan masyarakatnya juga luar biasa,” katanya, ketika itu. “Kita sudah merintisnya. Tinggal melihat apakah animo investor akan terpancing untuk melirik Muara, termasuk mengembangkan olahraga wisata di daerah ini,” ujar Mayor Gagarin Aritonang, pengurus dan atlet gantole Fasida Sumut sekaligus putra daerah asal desa budaya Aritonang, yang lokasinya bisa langsung ditatap dari panatapan Hutaginjang. (**)

Selasa, Mei 26, 2009

ADA DI HO THE TIAM, IKAN MAS DANAU TOBA BUMBU ALA THAI

DENGAN sajian khas Sumatera Utara dikombinasikan dengan bumbu Thai, ikan mas asli Danau Toba ini pun di sajikan. Suguhan ini mengingatkan kita akan kekayaan alam Danau Toba yang patut dibanggakan. Sajian ini ada di Kedai Teh dan Makanan, Ho Teh Tiam (HTT), ikan mas goreng serai madu dan ikan mas stim ala Thai. Bagi peminat teh yang konon diseduh dengan kiat khusus ini pun dapat menikmati sajian utama tersebut.
Siapa sangka, ikan mas yang disajikan berasal dari danau terbesar di Asia tersebut. Konon, ikan mas yang berasal dari sana berbeda dengan ikan yang dibudidayakan di tambak. Biasanya ikan mas kadang kala dapat berasa tanah dan banyak durinya. Namun berbeda dengan ikan mas asli Danau Toba ini. Dagingnya terasa lebih lembut dan tidak begitu banyak durinya.
Menurut pemilik Ho Teh Tiam ini, Endar Hadi Purwanro, restoran yang menyajikan ikan semacam ini biasanya ikan impor. Padahal Indonesia, khususnya Sumatera Utara memiliki potensi ikan yang sangat besar. Endar mengaku ikan yang disajikan asli Danau Toba, tidak ada dari daerah lain apalagi impor.
“Kita menyajikan ikan mas asli Danau Toba yang kita masak dengan kombinasikan ala Thai. Yaitu, ikan mas goreng serai madu dan ikan mas stim ala Thai,” kata Endar, saat disambangi di kedai teh miliknya.
Kata Endar sajian lain juga ada berupa ayam goreng bumbu Bali dan ayam goreng saus tiram yang disajikan ala Chinese Style. Dia mengakui ikan mas asli Danau Toba memang berbeda dengan ikan mas lainnya, daging ikan mas ini lebih lembut. “Struktur ikan mas ini cukup lembut, dibandingkan dengan ikan jurung, trubus dan bakau, ikan mas ini tidak jauh berbeda,” akunya.
“Kesan yang terdengar, ikan mas biasanya berbau tanah atau lumpur dan banyak durinya. Kalau dibandingkan, ikan jurung juga banyak durinya. Mengenai bau lumpur, ikan mas Danau Toba tidak perlu kita ragukan, ikan ini tidak berbau lumpur,” ujar Endar.
Sementara itu Sihar Sitanggang, salah seorang tokoh masyarakat asal Danau Toba bersama beberapa rekan dan keluarganya mengaku baru pertama kali mengunjungi Ho Teh Tiam ini, khusus ingin menikmati ikan mas yang disajikan. “Hidangannya cukup lezat, prospeknya juga bagus. Sangat cocok untuk lidah orang Indonesia, cirri khas Sumatera Utara,” kata Sihar ketika ditemui Nasional Pos di salah satu meja bersama Endar pemilik Ho Teh Tiam.
Konon, ikan mas bagi Suku Batak adalah hidangan raja-raja terdahulu. Bagi penikmat ikan mas ini, bisa berkunjung ke Ho Teh Tiam, Kedai Teh dan Makanan milik Endar Hadi Purwanto di Jalan Mongonsidi No. 32 Medan. Bagaimanapun ikan mas adalah kekayaan alam Sumatera Utara yang sangat berkaitan erat dengan khazanah budaya Batak. (Sumber : Surat Kabar Nasional Pos)

Sabtu, Mei 16, 2009

STEVIA, PEMANIS PENGGANTI GULA

PENDERITA diabetes dan obesitas jangan terlalu risau mengkonsumsi gula. Sebab, gula yang terbuat dari tebu sudah pasti jadi ancaman serius bagi penderitanya. Stevia mampu menjadi bahan pemanis yang bisa menghasilkan hingga 400 kali lipat dibandingkan dengan manis yang dihasilkan gula tebu.
Penelitian ilmiah mengindikasikan bahwa stevia efektif meregulasi gula darah dan kedepannya membuatnya normal.Sebuah studi juga mengindikasikan bahwa stevia memberi efek berbeda pada orang tekanan darah rendah dan tekanan darah normal.
Daun stevia juga menghambat pertumbuhan bakteri dan organisme yang menyebabkan infeksi, termasuk bakteri yang menyebabkan gangguan gigi dan penyakit gusi. gambaran Ini diperkuat dengan laporan pengguna stevia yang lebih tahan terhadap serangan flu.
“Pohon stevia ini saya peroleh dari Bandung waktu saya berkunjung ke sana. Saya sudah mencoba membudidayakannya di dalam pot, saya juga menjualnya jika ingin ditanam sendiri,” kata Mak Inten.
Wanita yang bernama asli Sarinten ini mengatakan, Stevia adalah tumbuhan perdu asli dari Paraguay. Cocok pada tanah berpasir dengan tinggi tanaman maksimal 80 cm. Daunnya mempunyai rasa manis dan menyegarkan. Gula stevia telah dikomersilkan di Jepang, Korea, China, Amerika Selatan untuk bahan pemanis bagi penderita diabetes dan kegemukan (obesitas).
Jenis stevia yang pernah ditanam di Indonesia berasal dari Jepang, Korea dan China. Bahan tanaman tersebut berasal dari biji sehingga pertumbuhan tanaman stevia sangat beragam.
Kualitas daun stevia dipengaruhi banyak faktor lingkungan seperti jenis tanah, irigasi, penyinaran dan sirkulasi udara. Harus dijaga dari gangguan bakteri dan jamur. Kualitas stevia didasarkan atas aroma, rasa, bentuk dan rasanya.
Dalam pengguaannya stevia menghasilkan rasa manis yang unik tidak seperti pemanis kebanyakan yang menimbulkan rasa pahit pada akhirnya.
Air daun stevia dapat pula digunakan sebagai perawatan kulit. Di Paraguay dan Amerika, cairan daun stevia digunakan untuk membuat sabun herbal, masker wajah, krim rambut dan juga bisa dibuat shampo. (sumber : Surat Kabar Nasional Pos)

Minggu, Mei 10, 2009

14Th ANNIVERSARY MEDAN SCOOTER CLUB DENGAN EVENT AKBAR

EKSISTESI Medan Scooter Club (MSC) Sumatera Utara sudah memasuki usia ke-14 tahun sejak didirikan 12 Juni 1995. Hingga saat ini gaung klub tersebut terus membahana dan aktivitasnya terus berkembang seiring perkembangan zaman.
Memasuki usia yang ke-14 tahun ini, MSC Sumut akan kembali menggelar even akbar bagi para pecinta scooter, dengan mengadakan event 14Th Anniversary Medan Scooter Club Sumatera Utara, di Lapangan Merdeka Medan, 21 Juni 2009.
Gelaran ini akan diikuti ratusan anggota MSC dari Region Medan Kota, Medan Johor, Medan Marelan, Medan Belawan serta chapter Tebing Tinggi. Juga para penggemar soooter matic maupun non matic dari Medan dan kota-kota lain di sekitarnya.
“Maksud kegiatan ini untuk mempromosikan nama klub, sekaligus menempa sikap mental yang disiplin, mandiri serta kekeluargaan. Dengan event ini juga diharapkan bisa mengekspresikan bakat dan kemampuan scooteris baik matik maupun non matic,” kata Ketua Umum MSC Sumut, Eriyadi MSc.
Dia mengharapkan, event ini berlangsung sukses seperti event-event yang pernah diselenggarakan sebelumnya. Apalagi sejumlah pihak telah menyatakan dukungan, baik moril maupun materil, sehingga kepanitiaan yang dipimpin Erick Murdianto dengan sekretaris Kurnia Ulfa bertekad kuat untuk menjadikannya gelaran yang bermanfaat serta berkesan bagi peserta dan masyarakat.
“Apalagi pada kegiatan ini kami juga menyosialisasikan keselamatan dan tertib berlalulintas, khususnya bagi scooteris dan masyarakat umumnya,” sambung Eriyadi.
Event yang turut didukung Surat Kabar Nasional Pos ini akan diisi aneka kegiatan mulai dari kontes scooter (matic dan non matic), pameran scooter (matic dan non matic), bazaar aksesoris (matic dan non matic), safety riding, games, lucky draw serta dimeriahkan hiburan live music.
Informasi dan pendaftaran dapat menghubung secretariat di Jalan Rajawali No. 44 Medan, HP 061-77383003. (**)

SENI SUISEKI NAN KHARISMATIK

SENI Suiseki merupakan suatu hobi unik bagi siapa saja yang menjalaninya. Suiseki merupakan perpaduan imajinasi alam dan keindahan bentuk batu yang memang tak lazim. Berbagai bentuk yang unik hingga aneh pun ada, tanpa di pahat ataupun diukir. Bentuknya asli proses alam dari ratusan bahkan ribuan tahin silam.
Secara harfiah Sui berarti air dan Seki berarti batu. Perpaduan unsur inilah yang membuat keindahan alam suiseki menjadi sebuah seni imajinasi tinggi bagi peminatnya. Suiseki ini berasal dari Jepang yang kemudian dipupulerkan juga oleh China.
Perkumpulan Pecinta Suiseki “Tujuh Dahan” yang dibina oleh Ian Batubara. Seniman suiseki yang memiliki banyak koleksi antik beralamat di Jl HM. Yamin No. 261 C Medan ini juga memiliki bonsai antik berumur puluhan tahun.
“Batu itu punya makna, dia berbicara dan gerak iramanya sendiri, tinggal kita yang mengimajinasikan bentuknya yang alami,” kata Ian di stan yang dibukanya pada Pameran Tanaman Hias di Taman A Yani Medan.
Dia mengaku mendapatkan batu-batu dengan bentuk yang sangat unik ini dari berbagai daerah di Indonesia. Mulai dari Aceh, Sumatera Barat, Bengkulu hingga daerah Lampung pernah dia jelajahi. Banyak pula yang berasal dari kampung kelahiranya Tapanuli Selatan, Sumut.
Kesenian yang mulai ditekuninya sejak 1992 ini mengatakan, rumah makan yang sempat dimilikinya kini telah dijualnya demi kecintaannya terhadap suiseki dan bonsai. Pria yang lahir 37 tahun silam ini pun menjual koleksinya hingga puluhan juta rupiah. “Harganya bisa beragam sesuai dengan bentuk dan karakter batu, serta tingkat kesulitan mendapatkan batu ini,” ungkap Ian lagi.
Ali Imran (54) yang kebetulan berkunjung ke stan koleksi suiseki milik Ian Batubara mengaku dia sengaja mendatangi pameran batu untuk melihat-lihat koleksi yang ada. Dia berencana membeli suiseki yang dia mau untuk menghiasi kilam air mancur di pekarangan rumahnya.
“Saya saengaja mendatangi pameran batu ini, mau mencari suiseki untuk hiasan kolam saya di rumah,” kata Imran sembali mengamati suiseki yang dipajangkan. Menurut Imran jarang sekali koleksi suiseki ini ditemui di Medan. Dia pun mengatakan bahwa dirinya pernah juga mendapat kiriman suiseki dari temannya yang tinggal di Jepang. (Sumber : Surat Kabar Nasional Pos)

Sabtu, Mei 09, 2009

SIRIH HITAM UNTUK CUCI DARAH


SIRIH (Piper betle L atau Chavica aurculata Miq), tumbuhan merambat yang sangat popular di masyarakat Indonesia. Banyak dijumpai di halaman rumah, sifatnya mudah ditanam dengan cara stek bisa tumbuh di tempat panas maupun terlindung.
Selama ini, masyarakat mengenal aneka jenis sirih seperti sirih hijau, sirih merah, sirih temu urat, dan yang belakangan banyak dicari adalah sirih hitam yang masih termasuk tanaman langka khususnya di Sumatera Utara.
Sirih hitam selama ini banyak ditemui di kawasan Kalimantan atau Bali. Sementara di Sumatera Utara, belum pernah ditemui jenis tumbuhan ini walau sudah banyak yang mencarinya. “Banyak masyarakat yang datang ke saya, mencari sirih hitam. Termasuk sinshe-sinshe. Tapi kemana pun dicari, belum pernah ditemui,” kata Sarinten, pembudidaya tanaman obat-obatan.
Karena itu, Mak Inten berinisiatif menghubungi kenalannya di Bali meminta dikirimi tanaman itu. Baru datanglah 10 pot tanaman sirih hitam, dan sudah dijual di arena pameran tanaman. “Karena masih baru dan langka, harganya memang masih mahal, Rp 150 ribu per pot,” ujar Mak Inten.
Tapi wajar, karena di kawasan Jakarta dan sekitarnya tanaman ini dihargai Rp 25 ribu per helai daun. Atau Rp 50-60 ribuan per pot dengan sekitar 6-8 helai daun. Ini juga dikarenakan pertumbuhan yang lambat.
Pembudidayaan sirih hitam sama seperti sirih merah. Namanya saja sirih hitam, tapi sebenarnya batang dan daunnya tidaklah hitam tetapi hijau gelap, dengan helai daun tuanya sangat kaku/keras.
Tanaman ini belakangan banyak dicari, karena khasiatnya yang lebih dari sirih biasa. Sirih hitam bisa digunakan untuk cuci darah, asma, bronchitis, batuk rejan, dan darah tinggi. “Caranya menggunakannya, tiga helai daun dicuci bersih, diracik lalu direbus dan air rebusannya diminum,” jelas Mak Inten.
Mak Inten mengembangkan tanaman ini di kebun tanaman obat-obatannya di Pasar Satu Tengah Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan. “Ya, ini untuk menambah koleksi tanaman obat-obatan yang saya kembangkan. Mudah-mudahan bisa bermanfaat bagi masyarakat,” ucapnya. (**)

Beladiri Tenaga Dalam Garuda Jaya : TAMENG KESELAMATAN DARI DALAM DIRI SENDIRI


USIANYA tak lagi muda. Berkisar 76 tahun. Kendati begitu, postur tubuh dan semangatnya tetap tegar. Senyum kerap menghiasi bibirnya, itu tampak jika berbicara dan berhadapan dengan orang lain. Begitulah sedikit gambaran pribadi Hendra Sutrisna, Guru Besar Bela Diri Tenaga Dalam Garuda Jaya. Pria asal Solo ini sudah 17 tahun menggeluti ilmu bela diri pernafasan.
”Ilmu bela diri ini saya dapat di Jawa, dan kemudian saya kembangkan hingga saya membuka perguruan sendiri,” katanya.
Bela diri tenaga dalam memang tak asing lagi didengar telinga. Kehadirannya cukup menjadi perhatian masyarakat. Selain mampu mengendali kesehatan tubuh, bela diri ini juga bisa menjadi tameng keselamatan diri sendiri.
Namun bela diri tenaga dalam yang dikembangkan Hendra Sutrisna ini beda dengan lainnya. Garuda Jaya mengajarkan bagaimana memunculkan tenaga dalam dari diri sendiri, tanpa ada bantuan orang lain. ”Kalau bela diri tenaga dalam lainnya, ada yang bersifat kebathinan atau tenaga kiriman dari orang lain untuk bisa mengeluarkan tenaga dalamnya. Kalau ini tidak, memang diri kita sendiri yang menentukan semuanya,” bebernya.
Hendra Sutrisna hanya memberikan pengarahan agar murid-muridnya bisa mengeluarkan semua tenaga dalam yang berunsur dari pernapasan. Kekuatan apa yang bisa dikeluarkan nantinya?
Hendra mencontohkan, seperti orang melompati pagar rumah yang secara logika tak bisa dilalui, tapi karena didukung rasa ketakutan atau spirit lainnya pagar itu bisa dilalui dengan mudah. ”Tenaga dan semangat inilah yang ingin kita munculkan,” imbuhnya.
Jika tenaga dalam ini bisa dilahirkan, apa saja benda keras yang kita maksudkan bisa dipatahkan tanpa harus menyentuhnya. ”Kalau berbicara ini mungkin terlalu dalam sekali, kita ambil manfaat lainnya saja,” tuturnya didampingi muridnya, Anwar, Ketua Umum SBDTD Garuda Jaya Medan, Rosyid sebagai pelatih dan Endy sebagai Penjurus.
Ada tujuh tingkatan untuk mengikuti bela diri Garuda Jaya ini, yakni P-1 sampai dengan P-7. Tingkatan ini merupakan tingkat paling dasar. Setelah menguasai tingkat dasar ini kemudian naik tingkat PP-1 dan PP-2.
”Untuk naik tingkat tidaklah susah, siapa pun orangnya bisa melakukannya, bahkan saya bisa mengajarkan menghimpun tenaga dalam pernapasan ini dalam waktu satu menit,” ungkapnya.
Ada hal terpenting dalam mengikuti bela diri tenaga dalam pernafasana ini. Bela diri ini bisa membangkitkan kepercayaan diri yang lebih besar, tujuannya untuk bisa sukses dari berbagai bidang, menyembuhkan penyakit dan membalikkan serangan orang yang ingin berbuat jahat.
“Inti dari ilmu ini sebenarnya untuk mengenal diri sendiri, karena kekuatan yang kita miliki kita padukan dengan Tuhan,” tuturnya.
Saat ini, kata Hendra, ia memiliki 70 ribu murid yang menyebar di seluruh Indonesia. Muridnya dari berbagai macam profesi mulai dari pejabat sipil, militer, hingga masyarakat biasa.
”Usia yang paling muda saya ajarkan bayi yang baru dilahirkan 3 jam sedangkan yang paling tua usia 90. Tentang keahlian mereka, sekarang sudah tak diragukan lagi, kalau bukti silahkan datang ke tempat tinggal saya di Solo,” katanya sembari tersenyum.
Sementara muridnya yang mendengar hanya manggut-manggut saja. Sesaat kemudian, satu di antara muridnya memberikan pengarahan kepada masyarakat yang baru ikut dalam perguruan Garuda Jaya. Pria itu kemudian berdiri sembari membentang kedua tangannya setinggi kepalanya, seperti posisi berdoa lalu menarik nafas perlahan-lahan. Seolah-olah orang itu tengah menghimpun tenaga ke dalam tubuhnya.
Begitulah sedikit gambaran tentang Bela Diri Tenaga Dalam Garuda Jaya.
Olahragawan bela diri, Brilian Moktar SE yang karateka dan pengurus Aikido Sumut Johan Tjongiran SH, menanggapi positif kehadiran beladiri ini. Mereka mengatakan, bisa saja mereka yang atlet karate atau aikido mendalami beladiri tenaga dalam ini. ”Bagaimana bela diri ini bisa padu dengan bela diri yang kita dalami selama ini,” tutur Brilian. (**)

Samosir Lake Toba Paragliding International : AWAL MEWUJUDKAN KEJUARAAN DUNIA

MOMEN luar biasa! Itu kesan yang terlihat dari langkah Pemerintah Kabupaten Samosir yang untuk pertamakali menggelar event olahraga paralayang bertajuk “Samosir Lake Toba Paragliding International Open Competition” dengan diikuti 30 atlet dari delapan negara dan lebih dari 150 atlet terbaik dari seluruh Indonesia.
Event yang dimulai Rabu (6/5) hingga Jumat (8/5) lalu di Bukit Beta Tuktuk Siadong, dimaksudkan untuk meningkatkan kunjungan wisata sekaligus mewujudkan visi kabupaten pariwisata 2010, memang mulai membuahkan hasil. Hal itu ditandai dengan kesuksesan mereka menggelar kejuaraan paralayang internasional tersebut.
“Ini momen yang luar biasa buat kami. Tentu saja, ini akan jadi awal yang baik untuk mewujudkan event kejuaraan dunia paralayang kategori dua mulai tahun depan,” ungkap Bupati Samosir Ir Mangindar Simbolon saat acara pembukaan.
Kabupaten Samosir selaku penyelenggara, telah mengupayakan rencana dan perbaikan fasilitas kejuaraan. Namun, Mangindar menyadari kalau fasilitas yang ada masih kurang memadai, terutama soal sarana jalan untuk menuju lokasi take off. “Sudah dua tahun lalu, kami merencanakan membuat cable car. Mudah-mudahan ke depan rencana ini bisa terwujud,” tuturnya.
Kejuaraan paralayang internasional tahun ini merupakan rangkaian kegiatan yang sekitar tiga tahun lalu dipelopori oleh Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Drs H Ardjoni Munir MPD dan Fasidasu yang ditangani Danlanud Medan.
Kadispora yang hadir bersama Danlanud Medan Kol Pnb Tata Indra Taka dan Deputi Pemberdayaan Pemuda dan Industri Olahraga Drs Sudrajat Rasyid MM, merasa bangga atas kebijakan Bupati untuk terus mengembangkan olahraga dirgantara sebagai andalan olahraga pariwisata di daerah Samosir.
Kementrian Pemuda dan Olahraga melalui Deputi Pemberdayaan Pemuda dan Industri Olahraga Drs Sudradjat Rasyid MM juga salut dengan Bupati dan Gubernur serta penyelenggara even tersebut. Olahraga yang memanfaatkan potensi alam dan ekstrim, katanya, termasuk olahraga di era millenium yang begitu digemari. Di Samosir, bukan hanya olahraga udara (aerosport) saja yang bisa dilaksanakan, tapi juga olahraga air dan darat. Olahraga ekstrem yang biasa digemari di luar negeri, juga bisa jadi andalan Pulau Samosir. “Jadi di sini lengkap,” ujarnya.
Untuk itu, ia mengajak para atlet asing untuk terus hadir ke Samosir. Apalagi, kejuaraan ini akan menjadi agenda rutin yang didukung oleh pemerintah.
Para peserta asing juga menyambut positif keberadaan Pulau Samosir. Atlet profesional dan pengurus paralayang Serbia, Jankovic Branko tidak hanya memuji keindahan Pulau Samosir, tapi juga budaya dan masyarakatnya. “Potensi alamnya luar biasa. Saya rasa ini bisa menjadi tempat yang sangat baik untuk menggelar kejuaraan dunia,” ujar mantan pilot B-737 milik maskapai Jat Airways dengan pengalaman terbang 10.000 jam.
Branko yang juga seorang instruktur profesional dan sempat mengorganisir pertunjukan udara di negerinya, menilai potensi yang ada di pulau Samosir harus segera dibenahi. Terutama mengenai infrastruktur jalan menuju lokasi terbang (take off). “Butuh waktu satu jam untuk mencapai bukit (Siulakhosa, red) tempat di mana kami take off. Jadi sangat melelahkan bagi peserta,” ujarnya. “Begitupun kami merasa senang berada di sini,” tandas Branko. (**)